Salah satu yang berkomentar adalah anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Hanura, Fahmi Zulfikar, yang kini jadi tersangka kasus uninterruptible power supply (UPS).
Fahmi menganggap data-data yang dikeluarkan Ahok (sapaan Basuki) bukan sebagai bukti kuat. Sebab dalam data tersebut tak ada indikasi anggota DPRD DKI sebagai pihak yang mengajukan.
Terlebih lagi, ujarnya, DPRD DKI, terutama Komisi E, bukanlah pengguna anggaran. Sebab, pengguna anggaran adalah Dinas Pendidikan.
"Kami bukan pengguna anggaran, bukan panitia lelang, kenapa kami yang dituding? Saya aja selama jadi anggota DPRD, nelpon kepala dinas enggak pernah diangkat. Padahal, bidang kerja kami," ujar dia kepada Kompas.com pada 27 Februari 2015 lalu.
Pada akhirnya, Ahok melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait APBD 2012-2014. Hal itu dia lakukan setelah dia menemukan adanya permasalahan dalam RAPBD 2015.
Ahok menduga, DPRD telah memasukkan anggaran setelah pembahasan bersama pada rapat paripurna DPRD. RAPBD versi DPRD itu memuat anggaran siluman senilai Rp 12,1 triliun, antara lain pengadaan UPS di sejumlah sekolah.
Terkait laporan UPS di tahun anggaran 2014, Ahok menyebutkan, pengadaan UPS dengan nilai miliaran rupiah per unit itu juga terjadi tahun itu.