Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Divonis 6 Tahun, Alex Usman Tak Dibebankan Mengganti Kerugian Negara

Kompas.com - 10/03/2016, 19:37 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan, terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) Alex Usman, tak perlu membayar uang pengganti kerugian negara akibat pengadaan UPS. 

Dalam putusannya, majelis hakim menilai penggantian uang kerugian negara tidak dibebankan kepada Alex karena dia tidak terbukti ikut menikmati uang negara dari proyek pengadaan tersebut.

"Hakim mempertimbangkam karena enggak ada penerimaan uang oleh terdakwa maka terdakwa tidak perlu membayar uang pengganti kerugian negara," ujar hakm Sutardjo membacakan putusan kasus Alex di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kamis (10/3/2016).

Meskipun demikian, hakim mewajibkan pihak lain yang menikmati uang negara dari pengadaan UPS untuk mengembalikan uang tersebut. (Baca: Alex Usman Divonis 6 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta di Kasus UPS ).

Pihak-pihak tersebut di antaranya para distributor UPS, koordinator perusahaan pemenang lelang, dan pihak perusahaan yang dipinjam namanya.

Menurut hakim, mereka semua menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 81,4 miliar.

Hal lain yang menjadi catatan majelis hakim adalah pembelaan Alex yang mengatakan bahwa pengadaan UPS didasari banyaknya keluhan pihak sekolah terhadap kurangnya daya listrik.

Keluhan tersebutlah yang akhirnya membuat Alex mengusulkan program tersebut kepada anggota Komisi E Fahmi Zulfikar.

Sutardjo mengatakan, seharusnya Alex mencari jalan keluar atas keluhan tersebut dengan mekanisme yang tepat.

Kemudian, Alex sedianya tidak melakukan pertemuan informal terkait pengadaan barang karena bisa membuat proses pengadaan menjadi tidak transparan.

Dalam putusan hakim, Sutardjo juga membacakan hal-hal yang memberatkan dan meringankan Alex. (Baca: "Hattrick", Alex Usman Kembali Terjerat Korupsi dan Rugikan Negara Rp 39 Miliar).

Hal yang memberatkan, Alex terbukti melakukan tindakan yang tidak mendukung pemberantasan korupsi di pemerintahan.

Alex juga telah melakukan perbuatan yang merugikan negara. Sementara hal-hal meringankan untuk Alex adalah sikap Alex yang selama ini dianggap sopan di persidangan.

"Selain itu terdakwa juga tidak pernah terlibat kasus hukum dan masih memiliki tanggungan keluarga," ujar Sutardjo.

Majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 6 tahun penjara serta denda sebesar Rp 500 juta kepada Alex Usman.

Vonis yang dijatuhkan hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum sebelumnya.

Sebelumnya, jaksa sendiri menuntut Alex Usman dengan hukuman pidana 7 tahun penjara dikurangi masa tahanan yang sudah dijalani. (Baca: Alex Usman Tak Ditemani Keluarga Saat Dengar Vonis Kasus Korupsi UPS).

Alex Usman disebut memperkaya diri dan orang lain serta korporasi dalam proyek pengadaan 25 untuk 25 sekolah SMA/SMKN pada Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat pada APBD Perubahan Tahun 2014.

Dalam kasus ini, diduga perbuatannya menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 81.433.496.225.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com