Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Konteksnya Pilkada atau Pemilu, Seharusnya Jangan Menghalangi Orang untuk Maju"

Kompas.com - 16/03/2016, 12:39 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana Komisi II DPR RI untuk merevisi syarat majunya calon independen dalam pemilihan kepala daerah serentak 2017 mendatang dinilai sesat.

Lebih jauh lagi, poin dalam peraturan itu sendiri yang membebankan syarat tertentu kepada calon yang ingin maju, baik dari partai politik maupun jalur independen, dianggap tidak sesuai dengan jiwa demokrasi.

"Ini kan motifnya buruk semua. Yang paling benar itu, konteks pilkada atau pemilu, jangan menghalangi orang untuk maju. Yang paling benar, beri kesempatan seluas-luasnya," kata pakar hukum tata negara Refly Harun saat dihubungi Kompas.com, Rabu (16/3/2016) siang.

Dalam regulasi yang mengatur tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, memang memperbolehkan calon kepala daerah mencalonkan diri melalui usungan parpol atau jalur independen.

Untuk calon usungan parpol, yang bisa maju adalah calon yang diusung parpol dengan minimal 20 kursi di DPRD. Sedangkan syarat bagi calon independen, adalah mendapatkan dukungan tertulis dari 6,5-10 persen dari jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) pemilu sebelumnya.

Untuk di DKI Jakarta, DPT yang dimaksud mengacu pada Pilpres 2014 lalu. Keputusan itu ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan kini diwacanakan untuk direvisi menjadi 10-15 persen atau 15-20 persen dari DPT.

Refly menilai, regulasi itu memberatkan, baik calon dari parpol atau jalur independen. Untuk calon dari parpol saja, berarti tidak semua parpol bisa mengusung calonnya, hanya parpol dengan jumlah kursi yang mencukupi di DPRD, sesuai syarat.

Jika mereka yang kursinya sedikit, harus berkoalisi dengan parpol lain, untuk memenuhi syarat tersebut. Seharusnya, semua parpol diberi kesempatan untuk mengusung calonnya sendiri. Minimal, parpol yang memiliki kursi di DPRD, dapat mengusung calonnya tanpa melihat ambang batas perolehan kursi di DPRD.

"Menurut saya, kalau pakai prinsip demokrasi, membuka pintu seluas-luasnya tapi mengatur seketat-ketatnya. Semua parpol boleh mencalonkan" tutur Refly. (Baca: Anggap Ahok Punya "Sponsor" Gila-gilaan, PDI-P Dukung Syarat Calon Perseorangan Diperberat )

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Megapolitan
Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Megapolitan
Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com