Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Calon Penantang Ahok di DKI Jakarta

Kompas.com - 11/05/2016, 07:15 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kurang dari delapan bulan lagi, Jakarta akan menggelar hajatan politik terbesarnya. Sekitar 7 juta warga akan memilih gubernurnya, petahana atau nama baru.

Hingga Mei 2016, baru Gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang memastikan akan maju. Tujuh partai yang punya kursi di DPRD DKI Jakarta hingga saat ini belum memutuskan calon yang akan diusungnya. Baru Nasdem dan Hanura yang buru-buru menetapkan pilihan untuk mendukung Ahok yang maju lewat jalur perseorangan.

Pengamat politik Boni Hargens mengatakan, langkah parpol yang terkesan lambat dapat dimengerti karena mereka sedang mencari figur yang mampu berkompetisi dengan Ahok.

"Dalam konteks ini semua partai ingin realistis mengukur kondisi. Semua partai tentu menginginkan ada figur yang lebih baik dari Ahok," kata Boni di Jakarta, Selasa (10/5/2016).

Tak mudah mencari penantang Ahok. Survei dari Lembaga Survei Charta Politika menunjukkan elektabilitas Ahok mencapai 51,8 persen. Sementara untuk nama-nama lainnya seperti Yusril Ihza Mahendra, Tri Rismaharini, Sandiaga Uno, dan sebagainya, tak sampai 10 persen.

Boni menjelaskan, semua partai tentunya akan bersikap realistis. Partai tidak akan mengajukan nama yang sekedar populer ataupun kader internal kebanggan mereka. Parpol tentunya juga akan mengukur elektabilitas dan tingkat kesukaan dari tiap-tiap nama itu.

Langkah hati-hati tersebut tentunya menimbulkan tantangan lain bagi mereka. Parpol akan kesulitan jika membiarkan sekian bulan yang tersisa tanpa upaya mengenalkan calon.

"Waktu terus bergulir dan ini akan semakin membatasi waktu untuk berkampanye, bersosialisasi, dan sebagainya," ujar Boni.

Ia menilai, untuk menandingi popularitas dan elektabilitas Ahok, dibutuhkan kerja dua kali lipat. Tanpa waktu yang cukup, tentunya partai akan kesulitan dan berpotensi hanya akan menjadikan calonnya sebagai catatan kaki dalam pilkada.

Memberi waktu publik

Sementara itu, bagi Nasdem yang telah mendeklarasikan keputusannya untuk mendukung Ahok pada Februari lalu, waktu adalah faktor penting dalam pertarungan politik. Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus, mengatakan masyarakat perlu tahu lebih cepat agar kelak ketika pilihannya menjadi gubernur, masyarakat tidak menyesal karena mempunyai waktu banyak untuk mengenal calon terbaik.

"Saya tidak bicara partai lain, tapi apa yang penting buat kami, masyarakat penting, dan perlu diberi tahu lebih awal tentang calon," ujarnya.

Bestari merasa tak aneh jika partainya atau partai lain justru mendukung calon perseorangan alih-alih berkoalisi untuk mengajukan nama dari kalangan internal.

"Orang memperdebatkan apakah ini kemunduran atau kemajuan. Menurut saya, ini suatu terobosan yang luar biasa," ujar Bestari.

Proses penjaringan di partai Gerindra, PDI-P, PKB, Demokrat sedang berlangsung. Partai lain juga masih bermanuver untuk membentuk koalisi. Hanya PDI-P yang mempunyai cukup kursi untuk mengajukan calon sendiri.

Meski sedang mempertimbangkan dengan cermat, partai-partai sepertinya harus gerak cepat. Soalnya, untuk menandingi elektabilitas dan popularitas Ahok yang cukup tinggi, mustahil dilakukan dalam hitungan bulan. Publik pun menanti-nanti, siapa sosok yang mampu bersaing dengan Ahok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com