JAKARTA, KOMPAS.com - Pendiri Public Virtue Institute atau Change.org, Usman Hamid, mengatakan, isu-isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang beredar menjelang Pilkada DKI 2017 bukanlah sebuah ketegangan yang terjadi di masyarakat.
Isu-isu itu justru dimainkan oleh elit-elit politik di Ibu Kota.
"Isu SARA itu memang urusan politik jadinya. Ini bukan sebuah ketegangan sosial yang besar, tapi merupakan buah dari kontestasi di tingkat elit," kata Usman dalam sebuah diskusi publik dan rilis survei di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2016).
Pertarungan isu SARA yang terjadi di Indonesia, khususnya Jakarta, dinilai tidak berbanding lurus dengan kondisi politik di dunia. Usman pun membandingkan Pilkada di Indonesia dengan Pilkada di beberapa negara lainnya.
"Banyak negara justru nenempatkan tokoh nonmuslim sebagai pemimpinnya. Dalam kasus Mesir, presiden itu juga mengusulkan wakilnya dari nonmuslim. Itu realitas dunia yang sebenarnya bertolak belakang dengan elit-elit lokal atau nasional di Indonesia," papar Usman.
Menurut dia, fakta tersebut menunjukkan bahwa klaim keharaman untuk memilih pemimpin nonmuslim itu sepenuhnya merupakan permainan politik.
"Jadi konservatif beragama (di masyarakat) benar, tapi isu SARA itu ditunggangi oleh aktor-aktor politik di dalam proses kontestasi," ujarnya. (Baca: Survei: Warga DKI Tak Terpengaruh Isu SARA Jelang Pilkada 2017)
Dengan melihat perkembangan perilaku sosial masyarakat, Usman memprediksi bahwa aktor-aktor yang menggunakan isu SARA dalam Pilkada DKI 2017 akan kalah. Prediksinya itu berkaca pada Pilkada 2012 yang memenangkan pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama sebagai gubernur dan wakil gubernur.
"Saya prediksi tidak akan efektif (kampanye menggunakan isu SARA). Justru mereka yang menggunakan isu SARA akan menerima kekalahan telak di pilkada 2017. Itu didasarkan pada pengalaman-pengalaman sebelumnya," tutur Usman.
Warga Jakarta, kata Usman, kini berpikir bahwa program pelayanan publik jauh lebih penting daripada hanya memikirkan mana pemimpin muslim dan nonmuslim. Kondisi ini justru disebut menguntungkan Ahok, sapaan Basuki.
"Ahok diuntungkan oleh beberapa tahun pemerintahannya, apakah dia layak dipilih kembali atau tidak. Yang lain memiliki kekurangan, apakah itu Yusril, Adhyaksa Dault, dan lainnya," kata dia. (Baca: "Warga Jakarta Merindukan Kontestasi Calon yang Punya 'Track Record'...")
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.