Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Sungai Menghidupkan Timur Jakarta

Kompas.com - 28/05/2016, 07:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Hampir tiga dekade, wajah sungai-sungai di Jakarta telah banyak berubah. Urbanisasi telah mendesak areal pertanian menjadi permukiman dan industri. Sungai yang sebelumnya memenuhi kebutuhan hidup warga kini menjadi sumber masalah.

Tahun 2007, hampir semua sungai meluap dan Jakarta lumpuh terendam banjir. Pembangunan Kanal Timur menjadi solusi mengatasinya. Namun, tak menutup kemungkinan, bencana itu terulang jika kelestarian sungai tak diperhatikan.

Penyusuran Kompas dimulai dari Jakarta bagian timur pada pertengahan Mei di tiga sungai, yakni Kali Cakung, Kali Buaran, dan Kali Jati Kramat. Ketiganya saling terhubung hingga muara di Teluk Jakarta di kawasan Marunda melalui Cakung Drain.

Ketiga sungai berkelok-kelok dan datang dari Bekasi. Kelok ini membuat sebagian warga Betawi yang bermukim di tepian Kali Cakung meyakini alur sungai dibuat oleh ular. Hanya untuk Kali Buaran dan Kali Jati Kramat sudah dibuat lurus dan dibeton bantarannya sejak 1990-an.

Dulu, ketiga sungai itu sumber air untuk persawahan. Sisa-sisa sawah terlihat di Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, dan di Kecamatan Cakung.

Abdul Hadi (80), orang Betawi di Pulogebang, Kecamatan Cakung, sejak dahulu sampai sekarang mengandalkan Kali Cakung untuk bertani. "Dulu, sebelum banyak orang, di sini semuanya sawah. Airnya dari Kali Cakung," ujar bapak 13 anak dan banyak cucu itu.

Tak hanya untuk mengairi sawah, Hadi mengaku Kali Cakung saat dia kecil dapat diminum airnya dan tempat dia bermain. "Dulu airnya bening," ucapnya.

Tahun 1990, Hadi mengatakan mulai banyak pendatang bermukim di Pulogebang. Areal sawah berubah menjadi tempat tinggal. Sejak itu, Kali Cakung kerap meluap di musim hujan.

"Banjir terparah tahun 2007. Rumah saya terendam hampir satu pintu rumah," katanya.

Kali Buaran dan Kali Jati Kramat juga meluap tahun 2007. Kantor pengolahan air PT Aetra di pinggir Kali Jati Kramat pun terendam 1 meter. Luapan Kali Buaran nyaris merendam rel kereta di Stasiun Buaran yang berada 5 meter di atas sungai.

Penelitian evolusi lahan di DKI Jakarta oleh Pieter J Kunu dan H Lelolterry, dosen pertanian Universitas Pattimura, Ambon, menunjukkan, perubahan fungsi lahan di Ibu Kota terjadi secara luas dan masif.

Hasil penelitian yang dimuat dalam Jurnal Agroforestri Volume V Nomor 3 September 2010, antara lain, menyebutkan, tahun 1950, areal pertanian dan kebun 53.796 hektar atau 81 persen dari luas Jakarta. Berselang 20 tahun kemudian, area pertanian dan kebun berkurang, terdesak permukiman, hingga tinggal 19.042 hektar atau 28 persen luas Jakarta. Pada 2008 tersisa 4.934 hektar pertanian dan kebun atau 7 persen luas Jakarta.

Hingga 2013, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, areal sawah di Jakarta tinggal 895 hektar. Ruang terbuka hijau tersisa sekitar 15 persen. Sebagian besar areal Jakarta dipadati hunian, perkantoran, dan industri.

Kedap air

Pembangunan kota, menurut Kunu dan Lelolterry, membuat 85 persen lahan di Jakarta kedap air. Air permukaan tak lagi dapat diserap tanah dan akibatnya terjadi banjir. Jalan keluarnya ialah menambah badan air buatan untuk menampung air permukaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com