JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memberikan putusan sela melanjutkan sidang kasus penyiksaan pekerja rumah tangga (PRT), Sri Siti Marni alias Ani (20). Keputusan itu dibsampaikan di PN Jakarta Timur, Kamis (28/7/2016).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menolak keberatan (eksepsi) penasihat hukum yang menyatakan terdakwa Meta Hasan Musdalifah mengalami gangguan jiwa. Hakim Ketua Novri Olo yang memimpin sidang memutuskan bahwa keberatan yang disampaikan penasihat hukum terdakwa ditolak karena masuk dalam pokok perkara.
"Memutuskan, menolak eksepsi penasihat hukum terdakwa, memerintahkan memutuskan perkara ini untuk dilanjutkan," kata Novri.
Hakim juga berpendapat bahwa eksepsi terdakwa tidak masuk dalam ruang lingkup Pasal 143 ayat 2 KUHP mengenai surat dakwaan.
"(Karena) sudah memasuki pokok perkara," ujar Novri.
Menurut Novri, pernyataan penasihat hukum yang menyatakan terdakwa Meta Hasan Musdalifah sakit kejiwaan harus dibuktikan dengan alat bukti yang sah di persidangan seperti keterangan ahli, surat, dan keterangan terdakwa.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka keberatan penasihan hukum terdakwa haruslah ditolak seluruhnya," ucapnya.
( Baca: Trauma Penyiksaan Itu Masih Tampak di Wajah Ani... )
Kuasa hukum terdakwa, Ronald Situmorang mengatakan kini persidangan akan dilanjutkan sampai adanya putusan. Namun, Ronald menyayangkan hakim tidak memberi kesempatan pihaknya untuk menyampaikan bahwa korban mengetahui terdakwa mengonsumsi obat kejiwaan.
"Ani dan Erni (PRT lain yang juga korban-red) tahu bahwa terdakwa mengonsumsi obat kejiwaan dan penderita bipolar. Cuma tadi hakim tidak memberikan kami kesempatan," ujar Ronald.
Dengan diagnosa RS Premier dan RS Polri mengenai masalah kejiwaan kliennya, Ronald berpendapat, kliennya tidak sadar saat menganiaya korban.
"(Tapi) Kesimpulan kami, dia enggak bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya (karena sakit kejiwaan)," ujar Ronald.