Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menolak Lapor Qlue, Ketua RT Tetap Terima Uang Operasional Rp 975.000

Kompas.com - 01/08/2016, 18:47 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengurus RT RW di Jakarta membentuk Forum RT RW yang mencari dukungan 3 juta KTP untuk menolak Ahok. Mereka adalah yang menolak kebijakan mengisi Qlue.

Selama ini, mereka tidak memenuhi anjuran kelurahan untuk mengisi Qlue. Meski begitu, mereka mengakui masih menerima uang operasional sebesar Rp 975.000.

Hal ini diakui oleh pengurus RT 11 RW 03 Sugiyono. Menurut dia, saat ini sudah ada paguyuban RT RW di Cilandak yang mayoritas menolak mengisi Qlue. Ia menyebut penolakan terjadi karena sempat ada kebijakan Rp 10.000 per laporan.

"Dulu memang kan maunya gitu, tapi mungkin karena banyak yang menolak ya uang operasional Rp 975.000 tetap turun. Kalau sampai ditahan kan bisa digugat Pemprov," kata Sugiyono kepada Kompas.com, Senin (1/8/2016).

Sugiyono mengatakan di lingkup RT yang kecil, mustahil ada kegiatan warga tiga kali sehari. Uang Rp 10.000 juga dianggap menghina karena sebenarnya tidak mencukupi operasional, apalagi di Pondok Labu yang sering dihampiri banjir.

"Kami kalau dipaksa melapor untuk dihargai, ini kan namanya memiskinkan. Kami kan juga bekerja di luar, tidak cuma mengurus warga saja," ujarnya.

Yakobus Eko, Ketua RT 12 RW 01 Kelurahan Kampung Rawa, Jakarta Pusat, membenarkan bahwa dia masih menerima uang operasional.

Dia juga mengaku beberapa ketua RT setempat memboikot Qlue dan tidak mengindahkan permintaan lurah untuk menggunakannya. Salah satu alasannya, ia merasa dilecehkan karena untuk satu laporan dihargai hanya 10.000.

"Hal yang dikeluhkan para RT di RW 01 Kelurahan Kampung Rawa soal Qlue bahwa tiap satu foto laporan Qlue dihargai Rp 10.000, para RT harus ngirim per hari tiga laporan."

"Jadi selama sebulan RT hanya menerima Rp 900.000 sedangkan uang operasional Rp 975.000 per bulan. Jadi para RT rugi Rp 75.000 tiap bulan. Belum lagi dikurangin untuk beli paket internet," kata dia.

Eko mengaku ia diimbau oleh ketua RW nya untuk tidak menggunakan Qlue. Meski begitu, dia tetap menerima uang operasional sebesar Rp 975.000 per bulan tetap dibayarkan tiap tiga bulan sekali.

"Di RW saya dengan tegas Pak RW menekankan tidak mengirimkan Qlue. Walaupun kelurahan minta tapi imbauan RW, ikut kebijakan RW," kata Eko.

Untuk itu, ia pun mendukung agenda Forum RT RW DKI Jakarta untuk mengumpulkan 3 juta KTP menolak dipimpin Ahok.

"Iya saya belum sempat (membagikan formulir dukungan), tapi kami koordinaai teruslah sama teman-teman," katanya.

Tanggapan berbeda disampaikan Ketua RW 01 Kelurahan Jelambar, Warih Desantoro yang mengatakan melapor lewat Qlue adalah bentuk pertanggungjawabannya menerima uang dari Pemprov untuk mengurus lingkungan. Untuk itu, ia memilih tak gabung dengan Forum RT RW DKI Jakarta.

"Sekarang ada Qlue tiap kegiatan tinggal foto. Dulu kan kita supaya turun uang operasional harus buat laporan pertanggungjawaban. Ada yang jujur, entah juga kalau ada kwitansi yang fiktif," ujarnya.

Ia menduga para penolak Qlue adalah pengurus RT dan RW yang sudah sepuh dan gagap teknologi. Padahal, menurut dia, melapor lewat Qlue tidak sulit. Uang Rp 975.000 tiap bulan juga tak jadi masalah sebab sudah mencukupi operasional termasuk mencicil ponsel.

Forum RT RW DKI Jakarta mengklaim telah memiliki ratusan anggota yang terdiri dari pengurus RT RW di seluruh Jakarta. Mereka menggalang dukungan berupa pengumpulan 3 juta KTP untuk menolak pemimpin yang arogan, zalim, temperamental, melemahkan, dan melecehkan lembaga RT RW.

Kompas TV Polemik Pelaporan RT/RW (Bag 1)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com