JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Dewa Gede Palguna meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjelaskan kerugian hak konstitusionalnya. Ahok sebelumnya mengajukan uji materi terhadap Pasal 70 (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan permohonan itu tercatat dalam nomor perkara 60/PUU-XIVI/2016.
"Begini, permohonan akan ditentukan apakah dia akan masuk permohonan pokok apa tidak, sangat bergantung pada kemampuan saudara pemohon untuk menjelaskan kerugian hak konstitusionalnya. Sebab itulah pintu pertama yang harus dibuka, sebelum masuk ke materi permohonan," kata Palguna kepada Ahok, di dalam ruang sidang, di Gedung MK, Senin (22/8/2016).
Kerugian hak konstitusional ini akan berkaitan dengan kualifikasi pemohon ketika mengajukan perkara. Dalam konteks ini, lanjut dia, pemohon mengajukan diri sebagai warga negara Indonesia (WNI) yang dikaitkan dengan status sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Nah dalam kaitan itu, maka harus jelas dalam konteks kualifikasi demikian, sebagai perorangan warga negara Indonesia yang sedang menjabat gubernur dan akan mencalonkan diri, dalilnya begitu," ujar Palguna.
Dalam gugatannya, kata Palguna, Ahok menyatakan hak konstitusional yang dirugikan adalah hak atas pengakuan, jaminan, dan perlakuan yang sama di depan hukum.
"Persoalannya adalah bapak tidak menguraikan lebih jauh tentang mengapa itu dirugikan? Dari sisi mana itu dianggap merugikan. Nah ini yang mesti jelas dulu, kalau bapak enggak mampu menyampaikan atau meyakinkan mahkamah bahwa kerugian memang dapat dipastikan terjadi, materi permohonan tidak akan diperiksa," kata Palguna.
Ia pun meminta Ahok dan timnya segera memperbaiki hal tersebut. Kemudian, ia menyarankan agar Ahok memisahkan alasan kerugian hak konstitusional dengan alasan yang bertentangan dengan UUD 45. Sebab hal itu merupakan dua hal yang berbeda.
"Tafsir yang pemohon minta agar (UU Nomor 10 Tahun 2016) sesuai UUD 45 tolong dijelaskan. Tapi yang perlu digarisbawahi penting menguraikan kerugian konstitusionalnya," kata Palguna.
Ahok menggugat pasal 70 (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Di dalam aturan tersebut, calon petahana harus mengambil cuti selama masa kampanye, atau mulai dari 26 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017.
Pada Pasal 70 ayat (3) UU tersebut yang mengatur kewajiban cuti dan larangan menggunakan fasilitas negara saat kampanye. Salah satu hal yang jadi keberatan adalah, waktu cuti itu berbarengan dengan masa penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah DKI Jakarta 2017.