JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli patologi forensik dari Brisbane, Australia, Profesor Beng Beng Ong, yang dihadirkan tim kuasa hukum Jessica Kumala Wongso dalam persidangan kasus kematian Wayan Mirna Salihin, Senin (5/9/2016), telah dideportasi pada Rabu (7/9/2016) kemarin.
Tak hanya dideportasi, Ong juga dilarang masuk ke Indonesia atau dicekal selama 6 bulan. Pihak imigrasi menilai kegiatan Ong di Indonesia bukan tindak pidana. Namun, dia diduga menyalahgunakan izin tinggal keimigrasian dan melakukan pelanggaran administratif.
Ong datang ke Indonesia menggunakan bebas visa kunjungan. Penggunaan visa tersebut dinilai tidak sesuai dengan maksud kedatangan Ong untuk memberikan keterangan sebagai ahli dalam persidangan.
"Kegiatannya tidak sesuai dengan visa yang kita berikan, harusnya visa izin tinggal terbatas atau visa on arrival bisa," ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Pusat, Tato Juliadin Hidayawan, Selasa (6/9/2016).
(Baca: Ahli yang Didatangkan Pihak Jessica dari Australia Dideportasi dan Dicekal 6 Bulan)
Pelanggaran administratif yang dilakukan Ong memenuhi unsur yang tertuang dalam Pasal 75 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Lalu, apakah sanksi yang diberikan pihak Imigrasi berupa pencekalan terhadap Ong sudah tepat meskipun dia hanya melakukan pelanggaran administratif?
Pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana mengatakan, warga negara asing yang berkunjung ke Indonesia untuk bekerja harus menggunakan visa yang tepat.
"Ternyata kan Keimigrasian mengatakan bahwa visa yang digunakan oleh ahli itu tidak tepat. Kemudian dilarikan ke sanksinya," kata Hikmahanto saat dihubungi Kompas.com, Rabu (7/9/2016) malam.
Menurut Hikmahanto, sanksi deportasi dan penangkalan yang diberikan imigrasi terhadap Ong sudah tepat karena sanksi tersebut telah diatur dalam Pasal 75 Ayat 2 Undang-Undang Keimigrasian.
"Jadi, itu bisa saja kalau Undang-Undangnya bilang kayak begitu ya. Menurut saya, sudah tepat Ditjen Imigrasi melakukan penangkalan," ucap Hikmahanto.
Sanksi tindakan administratif yang tercantum dalam Pasal 75 ayat 2 tersebut dapat berupa pencantuman dalam daftar Pencegahan atau Penangkalan; pembatasan, perubahan, atau pembatalan izin tinggal; larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat tertentu di wilayah Indonesia; keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah Indonesia; pengenaan biaya beban; dan atau deportasi dari wilayah Indonesia.