JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pasar Pramuka Ajie Ruslan menawarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk membuka kantor pengawasan di pasar yang dipimpinnya. Hal itu disampaikan Ruslan setelah mencuat kasus temuan penjualan obat kedaluwarsa di pasar tersebut.
"Untuk ke depan kita akan fasilitasi BPOM untuk punya kantor di sini. Kalau perlu di tengah (pemilik apotek) atau di samping kita sini," kata Ruslan, saat ditemui di Pasar Pramuka, Matraman, Jakarta Timur, Jumat (9/9/2016).
Ruslan mengatakan, usulannya sudah sampaikan ke BPOM, dan respons positif. Namun, ia menunggu realisasinya dari pihak BPOM.
"Kalau BPOM berkantor di sini, dalam penyelidikan jangkauannya jadi lebih dekat," ujar Ruslan.
Di Pasar Pramuka, terdapat 403 penjual obat (apotek) dan penjual alat kesehatan (alkes). Menurut dia, peran pengawasan obat di pasarnya ada pada BPOM. Pihaknya sebagai pengelola hanya bersifat mengimbau agar pemilik obat dalam penjualannya tidak melanggar aturan.
Menutut dia, selama ini Pasar Pramuka rutin disidak, baik dari BPOM atau kepolisian. Namun, informasi sidak tidak pernah disampaikan ke pihak pasar agar sidak tidak sampai bocor.
Polisi mengungkap temuan kasus penjualan obat kedaluwarsa. Pemilik apotek berinisial M (41) selaku pengedar obat-obatan kedaluwarsa di pasar itu diamankan petugas.
Kepada polisi, M mengaku menghapus tanggal obat-obatan kedaluwarsa itu kemudian menjualnya kembali melalui tokonya yang bernama Toko Mamar Guci di lantai dasar Pasar Pramuka.
Rumah milik tersangka M, dijadikan sebagai tempat menyimpan obat-obatan kedaluwarsa. Ketika digeledah di rumah dan tokonya, polisi menyita 1.963 strip obat kedaluwarsa, 122 strip obat kedaluwarsa yang diganti tanggalnya, 49 botol obat cair, dan 24 karung obat kedaluwarsa berisi ribuan butir.
Atas perbuatannya, M dijerat Pasal 196 juncto Pasal 98 ayat 2 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Ia juga dikenakan Pasal 62 juncto Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelaku Usaha yang Melanggar Ketentuan dengan ancaman penjara paling lama lima tahun, atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.