JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta Sumarno menilai, tim kampanye calon gubernur dan calon wakil gubernur, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat, harus pro-aktif dalam membaca kemungkinan adanya penolakan dari sekelompok warga terhadap pasangan calon nomor pemilihan 2 itu.
"Timses juga harus pro-aktif, paling tidak 1 atau 2 hari sebelum melakukan kegiatan kampanye, calon datang ke tempat itu, timses harus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan masyarakat setempat, dengan tokoh masyarakat," ujar Sumarno di Kantor KPU DKI, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Senin (14/11/2016).
Apabila situasi di tempat yang akan didatangi tersebut cukup kondusif, lanjut Sumarno, kegiatan kampanye bisa dilakukan.
Namun, kata dia, apabila situasinya tidak kondusif, sebaiknya tim sukses mencari daerah lain yang menerima kedatangan Ahok-Djarot.
(Baca juga: Bawaslu Pastikan Sesi Curhat Warga kepada Ahok Bukan Pelanggaran Kampanye)
Sumarno juga menekankan perlunya kerjasama banyak pihak terkait masalah ini, termasuk petugas pengamanan dari pihak kepolisian.
"Tetapi pengamanan itu seperlunya saja. Jangan sampai membuat jarak pasangan calon dengan masyarakat," ucap Sumarno.
Tercatat, Ahok pernah ditolak oleh sekelompok warga saat berkampanye di Rawa Belong, Jakarta Barat.
Kemudian saat berkampanye di Kebon Jahe Jakarta Pusat, Selasa (8/11/2016), beberapa warga sempat menyerukan "Tolak Ahok".
(Baca juga: Warga Tanya soal Dugaan Penistaan Agama, Ini Jawaban Ahok)
Sementara itu, Djarot ditolak sekelompok warga saat berkampanye di Kampung Nelayan, Cilincing, Jakarta Utara.
Kehadiran Djarot juga ditolak oleh sekelompok warga di Kedoya Utara dan Kembangan Selatan.
Berbeda dengan Ahok yang diamankan oleh anggota kepolisian, Djarot memilih untuk berdialog dengan para pendemo.