Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Ahli dalam Sidang Sanusi Sebut Transaksi Mencurigakan Berbeda dengan TPPU

Kompas.com - 21/11/2016, 17:36 WIB
Jessi Carina

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum bertanya kepada Yunus Husein, saksi ahli sidang kasus dugaan pencucian uang Mohamad Sanusi, tentang jenis transaksi yang biasanya dilakukan untuk pencucian uang.

Menurut Yunus, transaksi bisa disebut mencurigakan jika nominalnya jauh melebihi penghasilan pelaku transaksi tersebut.

"Gaji Rp 10 juta tapi transaksi di atas itu, ratusan juta, itu menyimpang. Kemudian menyimpang juga kalau misalnya laporan transaksi tunai Rp 500 juta, dia pecah-pecah," ujar Yunus yang juga mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan itu, saat bersaksi dalam sidang Sanusi, di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Senin (21/11/2016).

(Baca: Sejak 2009, Nilai Aset Sanusi Selalu Bertambah)

"Tapi transaksi mencurigakan dengan TPPU (tindak pidana pencucian uang) itu hal berbeda," tambah Yunus.

Adanya transaksi mencurigakan yang menunjukkan transaksi lebih besar dari penghasilan belum bisa langsung disimpulkan sebagai pencucian uang.

Yunus mengatakan sebuah kasus bisa disebut pencucian uang jika ada niat untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta.

Biasanya, kata Yunus, sumber harta yang akan disembunyikan itu berasal dari tindak kejahatan. Hal itu hanya bisa dibuktikan dalam pengadilan.

Terkait jumlah penghasilan, Yunus juga menyampaikan aturan yang benar dalam menentukan jumlah penghasilan seseorang. Acuannya adalah profil orang tersebut yang tercatat dalam bank.

"Anda harus ambil bukti dari bank tentang profil terdakwa. Transaksi biasanya berapa, saldo biasanya berapa. Kalau profil sudah diambil dan ada transaksi di luar itu, ya itu baru dikatakan menyimpang," ujar Yunus.

Adapun Sanusi didakwa melakukan pencucian uang sebesar Rp 45 miliar. Sanusi didakwa demikian karena jaksa menilai mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta tersebut memiliki aset lebih besar dari penghasilannya setiap bulan.

Kompas TV Sanusi Pernah Silaturahim ke Rumah Aguan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Megapolitan
Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Megapolitan
PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

Megapolitan
Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Megapolitan
Perbaikan Pintu Bendung Katulampa yang Jebol Diperkirakan Selesai Satu Pekan

Perbaikan Pintu Bendung Katulampa yang Jebol Diperkirakan Selesai Satu Pekan

Megapolitan
Dituduh Punya Senjata Api Ilegal, Warga Sumut Melapor ke Komnas HAM

Dituduh Punya Senjata Api Ilegal, Warga Sumut Melapor ke Komnas HAM

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Gratiskan Biaya Ubah Domisili Kendaraan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Pemprov DKI Bakal Gratiskan Biaya Ubah Domisili Kendaraan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Amarah Pembunuh Wanita di Pulau Pari, Cekik Korban hingga Tewas karena Kesal Diminta Biaya Tambahan 'Open BO'

Amarah Pembunuh Wanita di Pulau Pari, Cekik Korban hingga Tewas karena Kesal Diminta Biaya Tambahan "Open BO"

Megapolitan
Akses Jalan Jembatan Bendung Katulampa Akan Ditutup Selama Perbaikan

Akses Jalan Jembatan Bendung Katulampa Akan Ditutup Selama Perbaikan

Megapolitan
Tidak Kunjung Laku, Rubicon Mario Dandy Bakal Dilelang Ulang dengan Harga Lebih Murah

Tidak Kunjung Laku, Rubicon Mario Dandy Bakal Dilelang Ulang dengan Harga Lebih Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Gunakan Wisma Atlet buat Tampung Warga Eks Kampung Bayam

Pemprov DKI Disarankan Gunakan Wisma Atlet buat Tampung Warga Eks Kampung Bayam

Megapolitan
Terlibat Tawuran, Dua Pelajar Dibacok di Jalan Raya Ancol Baru

Terlibat Tawuran, Dua Pelajar Dibacok di Jalan Raya Ancol Baru

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com