JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Grab Indonesia akan mempertimbangkan tuntutan kenaikan tarif yang disampaikan para driver Grab lewat aksi demonstrasi pada Kamis (5/1/2017) ini. Namun sejumlah tuntutan lainnya para driver ditolak pihak Grab.
Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata mengatakan, masalah tuntutan tarif yang diminta driver sebenarnya jadi bahan pertimbangan. Namun pihaknya mempertimbangan masalah persaingan usaha dengan kompetitor lain, kepentingan pelanggan, termasuk kepentingan para driver sendiri. Driver bisa kehilangan pelanggan jika harga tinggi.
"Kami juga mau menaikkan tarif tapi harus dilihat daya beli, persaingan usaha, dan pendapatan driver tersebut. Belum tentu menaikan tarif bisa mendapatkan hasil lebih" kata Ridzki, dalam jumpa pers di kantor Grab Indonesia, di Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis.
Namun pihaknya tetap menerima masukan dari para driver soal tarif itu untuk dipertimbangkan.
"Tanpa diminta kami pun mencari harga yang optimal, bukan yang tertinggi. Kami ada di pihak yang sama (dengan driver)," kata Ridzki.
Terkait masalah kemitraan, pihaknya menyatakan akan berupaya untuk transparan, termasuk masalah keuangan. Pihaknya juga punya group media sosial dengan driver dan forum serta pertemuan berkala dengan perwakilan driver dua bulan sekali.
Tuntutan agar mempekerjakan lagi sekitar 180 driver yang diputus kemitraannya (versi driver 190 orang), pihak Grab tegas menolak hal tersebut. Soalnya, 180 orang yang diputus kemitraannya itu melakukan berbagai pelanggaran. Misalnya melakukan kecurangan dengan booking palsu (fake booking), membuat lokasi palsu atau GPS palsu (fake GPS), intimidasi atau provokasi terhadap driver lain untuk tidak melakukan pengambilan penumpang.
Kasus kecurangan semacam itu menurutnya merugikan pelanggan, perusahaan, bahkan driver lain yang tidak melakukan kecurangan.
"Tuntutan utama membuka banning atau cabut banning tegas kami tidak bisa akomodasi permintaan tersebut, karena alasannya hal ini sudah jelas merugikan," kata Ridzki.
Terkait pencabutan Kode Etik Nomor 60 dari Grab, pihaknya juga menolak permintaan driver tersebut. Ridzki mengatakan, aturan itu bukan berarti melarang driver berdemonstrasi. Namun bagi yang memprovokasi untuk melakukan demo akan terkena pemutusan hubungan kemitraan.
"Kode etik kami tidak ada larangan demonstrasi. Kami tidak ada hak melarang. Poin 60 bukan larang demo tapi kata kerjanya begini, 'memprovokasi pekerja lain untuk melakukan kegiatan yang dapat merugikan perusahaan yaitu demonstrasi razia dan sebagainya'," kata Ridzki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.