Pelaksana Harian (Plh) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta Michael Rolandi mengatakan, Pemprov DKI Jakarta tidak ingin pengadaan staf ahli pribadi yang diusulkan fraksi-fraksi di DPRD DKI dalam raperda tersebut melanggar hukum.
"Nanti kami tanyakan ke Kemendagri, kalau misalnya boleh, ya kami masukin (staf ahli pribadi). Kalau enggak (boleh), ya kami kan tetap harus sesuai dengan PP-nya," kata Michael di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (2/8/2017).
PP yang dimaksud Michael yakni Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Pasal 23 ayat 2 PP tersebut menyebut, kelompok pakar atau tim ahli paling banyak tiga orang untuk setiap alat kelengkapan DPRD, bukan untuk setiap anggota dewan.
Lihat juga: Djarot: Staf Ahli Itu Tak Harus Masing-masing Anggota Dewan Punya
"PP-nya enggak mengatur, makanya nanti ada teman-teman Kemendagri yang akan datang sama teman-teman dari Kemenkumham. Apakah boleh kalau yang tidak diatur di PP, itu diatur di Perda," kata Michael.
Dia mengatakan, Pemprov DKI berkonsultasi dengan Kemenkumham dan Kemendagri agar DPRD dan Pemprov DKI tidak salah langkah memasukkan pasal-pasal. Pasal-pasal dalam perda itu nanti juga akan dievaluasi dan dicoret apabila tidak sesuai dengan aturan di atasnya.
"Daripada dicoret di Kemendagri tahap evaluasi, lebih bagus sebelum masuk ke Kemendagri kami konsultasi dulu sama Kemendagri," kata Michael.
Adanya klausul staf ahli pribadi dimasukkan ke dalam perda yang mengatur kenaikan tunjangan anggota dewan itu bermula dari usulan fraksi-fraksi di DPRD DKI Jakarta. Mereka beralasan permasalahan di DKI sangat kompleks dan tidak ada DPRD di tingkat kabupaten/kota sehingga membutuhkan staf ahli pribadi yang membantu.
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/02/16240291/bahas-soal-staf-ahli-pemprov-dki-undang-kemenkumham-dan-kemendagri