Menurut Tigor, bila pemerintah tidak membuat aturan lebih baik mengambil langkah tegas dengan meminta aplikator memutuskan hubungan kemitraan. Dengan demikian, tidak ada lagi ojek online.
"Regulasi itu dibutuhkan untuk mengakui keberadaan mereka, melindungi secara payung hukum. Bila (regulasi) tidak dibuat, sama saja tidak mengakui, lebih baik minta aplikator menutup aplikasi (ojek online) sekalian," kata Tigor dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (22/11/2017).
Membuat regulasi, lanjut Tigor, harusnya tidak sulit. Pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Perhubungan bisa mengeluarkan Permenhub turunan dari taksi online. Konteks besar dari regulasi ini untuk melindungi ojek online dari pihak aplikator yang dianggap semena-mena, terutama soal tarif.
"Dulu mereka Rp 4.000 per kilometer, sekarang Rp 2.000. Kenapa? Karena aplikator berlomba bersaing, perang promo sesama aplikator lain. Dengan regulasi maka akan ada keseragaman tarif," ucap Tigor.
"Secara penghasilan tidak sesuai, mereka (aplikator) tidak memikirkan bahwa kami juga punya kebutuhan untuk produksi. Contoh, beli pulsa lalu servis motor, dan lain-lainnya. Kami minta dengan adanya regulasi maka akan terjadi kesetaraan, antara kami dan pihak aplikator, karena kami ini kan mitra kerja," ucap Tohir.
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/11/22/14390331/tak-ada-regulasi-lebih-baik-tutup-aplikasi-ojek-online