Topan, salah seorang driver GrabBike, di Kebun Jeruk, Jakarta Barat, menceritakan, saat pertama bergabung pada 2015, tarif per kilometer mencapai Rp 3.000. Menurut dia, saat ini hanya Rp 1.600.
Perbedaan tarif per kilometer ini membuat penghasilannya melorot jauh. Pada awal bergabung, dia bisa mendapat Rp 500.000 dalam sehari.
"Kalau dulu bisa Rp 6 juta sebulan pas 2016-an dan seharinya bisa Rp 500.000. Sekarang segitu (Rp 500.000) cuma bisa seminggu," kata Topan kepada Kompas.com, Rabu (28/3/2018).
"Kalau saya pribadi sepakat. Sebenarnya sih kurang per kilo Rp 1.600 sekarang. Perawatan motor, bensin, kuota juga enggak ketutup," kata Darto (45), pengemudi Go-Jek.
Ucok, pengemudi Go-Jek yang duduk di sebelah Darto, langsung mengamini.
"Saya sebulan bensin bisa Rp 500.000. Teman-teman di sini (pangkalan ojek online Jalan Panjang) enggak ada yang Premium, semuanya Pertamax," kata Ucok.
"Sekarang udah enggak ketutup kalau saya enggak sekalian buka (jualan) mie ayam. Makin ke sini makin tipis (pendapatannya)," ujarnya.
Mengenai persaingain antara operator ojek online, menurut ketiganya, hal itu tidak memberi pengaruh dengan penghasilan mereka. Mereka sepakat bahwa penumpang bebas memilih ojek mana pun.
"Persaingan cuma ada di perusahaan saja, bukan di kita-kita (pengemudi)," kata Topan, yang diiyakan oleh Darto dan Ucok.
Setelah ribuan pengemudi online melakukan aksi dan ditemui Presiden Joko Widodo, mereka berharap ada perubahan tarif. Tarif tersebut diharapkan bisa menguntungkan penumpang dan juga pengemudi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/03/28/14201931/ojek-online-dulu-sehari-bisa-rp-500000-sekarang-segitu-seminggu