Beberapa laki-laki tua duduk di bawah pohon kecil di samping barisan sepeda itu.
Mereka tidak lain adalah pengojek sepeda ontel yang masih eksis hingga kini.
Bertahan puluhan tahun sebagai ojek sepeda ontel bukanlah hal yang mudah.
Banyak rintangan yang mereka hadapi di tengah perkembangan zaman.
Nuridin (56) misalnya.
Ia kehilangan banyak pelanggan seiring berjalannya waktu.
Para pelanggan yang biasa menggunakan jasanya kini beralih menggunakan moda transportasi lain, khususnya ojek online.
Kehilangan banyak pelanggan otomatis membuat penghasilan Nuridin menurun drastis, bisa mencapai setengahnya.
Hal yang sama dirasakan Agus (55), pengojek sepeda ontel lainnya.
Agus bercerita, dulu ia bisa mengantongi uang Rp 40.000 hingga pukul 09.00.
Kini, ia hanya bisa mengantongi paling banyak Rp 50.000 setelah ngontel seharian.
Menurun drastisnya penghasilan ngontel membuat Agus kesulitan mengirim uang kepada keluarganya di kampung halaman, Tegal, Jawa Tengah.
"Dulu sering kirim (uang). Kalau sekarang, seminggu lebih saja enggak bisa kirim," kata Agus.
Untuk menambah penghasilan, Agus pun sering bekerja sebagai kuli bangunan.
Selesai bekerja di proyek, barulah ia kembali ngojek sepeda ontel.
Pengojek sepeda ontel lainnya, Tasdik (47), ingin berhenti ngontel dan beralih membuka usaha.
Namun, ia belum punya cukup modal.
"Ya, penginnya sih ganti (pekerjaan), nyari modal dulu. Sekarang bertahan dulu," ucapnya.
Para pengojek sepeda ontel itu mulai merasa penghasilan mereka menurun drastis sejak menjamurnya ojek online.
Banyak di antara mereka yang ingin beralih pekerjaan.
Namun, tak banyak kemampuan yang mereka miliki untuk melakukan pekerjaan lain.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/05/28/14011291/ojek-ontel-kota-tua-nasibmu-kini