Merdian menyampaikan, pihak Lion Air tiba-tiba mengubah metode pemberian asuransi yang mulanya sesuai Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 menjadi sesuai aturan agama.
"Tanggal 14 Desember (2018) Pak Ganjar telepon saya, menyatakan ada perubahan aturan. Yang muslim pakai kompilasi Islam (hukum waris) yang non-muslim tetap pakai perdata," ujar Merdian dalam pernyataan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (04/01/2019) siang.
Padahal, menurut dia, asuransi tidak termasuk warisan.
Saat dihubungi Kompas.com, Merdian menyampaikan bahwa ia mulanya dikumpulkan oleh staf Lion Air yang bernama Ganjar.
Staf tersebut, kata dia, adalah petugas yang bertanggung jawab dalam menangani pencairan dana asuransi korban Lion Air.
Saat itu, Merdian diberi informasi mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi. Menurut dia, syarat yang disampaikan pihak Lion Air itu logis kecuali buku nikah orangtua korban.
Sesuai dengan aturan agama, nantinya pihak Lion Air akan menyerahkan asuransi hingga ke ibu mertua korban.
"Saya diminta menyerahkan surat nikah/KK/KTP mertua tetapi dokumen pernyataan ahli waris dan wali waris tidak perlu diubah," kata dia.
Ia juga mengatakan bahwa sejumlah anggota keluarga korban lainnya mempertanyakan alasan diperlukannya buku nikah orangtua korban.
Mereka pun mempertanyakan hal ini ke manajemen Lion Air.
Menurut Merdian, ketika itu pihak Lion Air menjawab bahwa buku nikah hanya berlaku bagi korban yang belum menikah atau pernah menikah tetapi sudah berpisah.
Sementara itu, Merdian mengaku sebagai istri sah dari suaminya. "Iya betul saya merupakan istri sah korban," kata dia.
Kemudian pada 14 November 2018, Merdian menyerahkan syarat-syarat tersebut kepada notaris tanpa membawa buku nikah orangtua korban.
Sebab, ia tidak sepakat bahwa pencairan asuransi ini harus berdasarkan hukum waris yang mensyaratkan buku nikah orangtua suaminya.
Dokumen yang diserahkan Merdian kemudian ditandatangani dan dinyatakan lengkap oleh notaris.
Notaris tersebut juga menyampaikan bahwa ia hanya perlu menunggu tanggal pencairan dana.
Namun, karena tak kunjung dipanggil untuk menerima dana, pada 7 Desember 2018 Merdian menanyakan kelanjutan proses dokumennya.
"Pak Ganjar menyebutkan dokumen saya sudah lengkap dan sudah masuk di tahap akhir dan tinggal menunggu panggilan," kata Merdian.
Selanjutnya, pada 17 Desember 2018 Merdian dihubungi oleh Ganjar yang ketika itu menyampaikan bahwa ada dokumen yang belum dilengkapi. Merdian mempertanyakan hal tersebut.
"Saya tanya bukanya bapak yang menyebutkan ketika briefing hanya korban yang belum berkeluarga yang butuh surat nikah orangtua. Nah Pak Ganjar membenarkan kalau dia mengatakan itu," kata dia.
Namun, kata dia, Ganjar menyampaikan adanya perubahan aturan dari yang semula dapat diselesaikan secara perdata menjadi berdasarkan hukum kompilasi Islam atau hak waris bagi korban yang beragama Islam.
Menyikapi hal tersebut, Merdian mencari informasi dari berbagai pihak, mulai dari pengacara hukum perdata, ahli fiqih, dan ahli asuransi Islam.
Semua informannya tersebut sepakat menyatakan bahwa asuransi bukan merupakan hak waris.
Merdian turut menanyakan kepada dua orang keluarga korban lain yang sudah menerima dana asuransi dari pihak Lion Air.
"Yang pertama saya hubungi itu Pak Dedi, beliau Muslim juga, tapi dia dapat (dana asuransi) sesuai hukum perdata," ucap dia.
Ia pun menghubungi keluarga korban lainnya, Epi. Menurut Merdian, ketika itu Epi ikut kesal dan menyebutkan bahwa seharusnya pihak Lion Air tidak menggunakan hukum kompilasi Islam karena Indonesia negara kesatuan.
Hingga saat ini, Merdian terus mempertanyakan perkara perubahan aturan tersebut kepada Ganjar.
"Sampai hari ini saya hubungi, Pak Ganjar tetap belum bisa kasih keputusan apa-apa. Dia masih bersikeras kalau asuransi harus pakai kompilasi Islam," ucap dia.
Saat dihubungi Kompas.com pihak Lion Air mengaku belum tahu soal masalah ini.
"Saya coba cek dulu ya mas ya, karena setahu saya normal-normal saja," kata Corporate Communications Lion Air Ramaditya Handok saat dihubungi Kompas.com, Jumat.
Sebelumnya, Lion Air telah memastikan akan memberi ganti kerugian bagi korban insiden kecelakaan pesawat JT 610 sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.
Sesuai ketentuan dalam aturan tersebut, penumpang yang meninggal dunia akan diberi ganti kerugian Rp 1,25 miliar.
"Terkait asuransi, kami akan mengikuti sesuai ketentuan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011," kata Corporate Communications Strategic of Lion Air Danang Mandala Prihantoro saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (31/10/2018).
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/01/04/22084571/keluarga-korban-lion-air-mengaku-dipersulit-cairkan-dana-asuransi