Data dari Pemkot Jakarta Barat mengungkapkan, dari 122 pasien DBD di Kecamatan Kalideres, 75 di antaranya merupakan warga Kelurahan Tegal Alur.
Saat ditemui Kompas.com pada Selasa (12/3/2019), koordinator kader jumantik RW 5 Kelurahan Tegal Alur Ida (55) menceritakan suka dukanya menjalankan pekerjaan tersebut.
"Sukanya adalah menambah relasi, karena jadi kenal warga satu RW. Selain itu juga ada kesenangan tersendiri bisa memberikan penyuluhan pada warga tentang bahaya DBD, ya seperti menebar kebaikan lah," kata Ida.
Meski begitu, tak jarang ia juga mendapat penolakan dari warga. Terkadang dalam melaksanakan tugasnya, ia tak langsung mendapatkan respons positif dari masyarakat.
"Kami permisi ke rumah warga kadang yang keluar pembantunya, yang punya rumah tidur dan enggan mempersilakan kami masuk," cerita Ida.
Hal serupa juga dialami kader jumantik lain bernama Dian (50). Dalam prosesnya, sering kali masyarakat menolak kader jumantik karena malu.
"Kadang mereka malu kalau kami lihat ke dalam rumah atau toiletnya. Jadi nolak. Tapi, ya kami punya strategi, takut-takutin saja. Saya bilang kalau kader jumantik enggak boleh masuk nanti yang ke sini petugas kelurahan sendiri. Malah makin malu kan," ujarnya.
Markonah (60), kader jumantik yang juga menjadi rekan Dian mengungkapkan, jentik nyamuk terkadang sudah ada pada air tanah warga dari tong.
"Kadang jentik nyamuk sudah ada sejak di dalam tong, warga sering kelupaan untuk melakukan pengecekan," sebutnya.
Waktu kerja
Ida mengatakan, kader jumantik kebanyakan adalah ibu rumah tangga dan bekerja setiap hari Rabu dan Jumat.
"Setiap Rabu dan Jumat kami punya target sesuai dengan jumlah rumah di RT masing-masing. Awalnya dari kelurahan cuma ada satu petugas jumantik tiap RT, tapi karena jumlah rumahnya banyak akhirnya ditambah jadi dua petugas sekarang," terangnya.
Ida mengatakan, upah menjadi seorang kader jumantik tak banyak. Petugas kelurahan memberi upah Rp 2.000 untuk setiap rumah yang dikunjungi.
"Ya meski upahnya enggak sebanding dengan tenaga yang kami keluarin, tapi saya tetap senang saja melaksanakan tugas ini," celetuk Ida.
Dian bercerita setiap bekerja, setidaknya ia harus melakukan pengecekan ke 50 rumah.
Walau sedang ada kesibukan di rumah, ia tetap tinggalkan pekerjaan rumah tersebut dan melaksanakan tugasnya sebagai kader jumantik.
"Setiap satu hari target 50 rumah, jadi seminggu saya bisa kunjungi 100 rumah untuk memantau jentik-jentik itu. Ada kesibukan apapun di rumah tetap saya tinggal, pokoknya tiap Rabu dan Jumat pekerjaan utama saya adalah kader jumantik," tegasnya.
Saat dikonfirmasi secara terpisah, Sekretaris Lurah Tegal Alur Yani Rokhmah menyebutkan, setiap bulan para kader jumantik mendapatkan upah Rp 500.000.
"Mereka ditarget minimal setiap bertugas harus melakukan kunjungan ke 50 gedung. Setiap gedung dihargai Rp 2.000, jadi total Rp 400.000 ditambah gaji pokok Rp 100.000 maka jadinya ditotal setiap bulan dapat Rp 500.000," papar Yani.
Adapun RW 05 Kelurahan Tegal Alur menjadi penyumbang terbanyak kasus DBD dengan total 24 kasus pada bulan Februari.
Selain RW 05, jumlah terbanyak juga ada pada RW 10 dengan total 15 kasus DBD.
Dari data yang didapat Kompas.com dari pihak Kelurahan Tegal Alur, tidak ada satu pun dari 16 RW di kelurahan tersebut yang bebas dari DBD.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/03/12/20240721/suka-duka-para-kader-jumantik-cek-puluhan-rumah-hingga-ditolak-warga