JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyusun draf Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2020.
Draf KUA-PPAS itu sudah diserahkan kepada DPRD DKI Jakarta. Beberapa mata anggaran dalam draf dokumen itu pun jadi sorotan. Baik karena nominal yang dinilai terlalu besar atau program yang dinilai tak diperlukan.
1. Anggaran TGUPP
Anggaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta diusulkan naik menjadi Rp 26,5 miliar dalam draf KUA-PPAS 2020.
Anggaran itu naik sekitar Rp 7,5 miliar dari nilai Rp 18,99 miliar dalam APBD Perubahan 2019.
Namun, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jakarta Sri Mahendra Satria Wirawan meralat nilai anggaran Rp 26,5 miliar itu.
Menurut Mahendra, anggaran TGUPP teranyar yang diusulkan dalam draf KUA-PPAS 2020 yakni Rp 21 miliar.
"(Anggaran) Rp 21 miliar, disesuaikan kan masih dalam proses pembahasan," kata Mahendra, Kamis (3/10/2019).
Mahendra menuturkan, anggaran TGUPP diusulkan naik untuk menyesuaikan gaji anggota TGUPP berdasarkan tingkat pendidikan dan pengalaman kerja (grade) yang diatur dalam Keputusan Gubernur Nomor 2359 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan TGUPP.
"Kenaikan (anggaran) untuk antisipasi penambahan dan penyesuaian grade anggota," ujarnya.
Dilihar dari situs web apbd.jakarta.go.id, anggaran TGUPP DKI Jakarta terus naik sejak 2017.
Anggaran TGUPP dalam APBD 2017, yakni Rp 1,69 miliar, kemudian berubah menjadi Rp 1 miliar dalam APBD-P 2017.
Kemudian, anggaran TGUPP dalam APBD 2018 melonjak jadi Rp 19,8 miliar. Anggaran ini kemudian direvisi menjadi Rp 16,2 miliar dalam APBD-P 2018.
Terakhir, anggaran TGUPP dalam APBD 2019, yakni 19,8 miliar, kemudian direvisi menjadi Rp 18,99 miliar dalam APBD-P 2019.
2. Rehab rumah dinas
Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta mengusulkan anggaran Rp 2,42 miliar untuk merehabilitasi rumah dinas gubernur DKI dalam draf KUA-PPAS 2020.
Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta Heru Hermawanto mengatakan, salah satu bagian yang akan diperbaiki dalam rehabilitasi rumah dinas gubernur adalah atap.
Mengingat rumah dinas gubernur merupakan bangunan cagar budaya, rangka atap akan diupayakan menggunakan kayu jati, seperti rangka atap sebelumnya. Tujuannya agar tidak mengubah bangunan cagar budaya itu.
"Komponen atap itu memang paling mahal, atap hampir berapa ratus juta. Atap itu macam-macam, mulai dari rangka, balok, reng, kemudian dilapisi alumunium foil," ujar Heru, Selasa (8/10/2019).
Namun, Ketua Tim Sidang Pemugaran DKI Jakarta Bambang Eryudhawan menuturkan, perbaikan atap dalam rehabilitasi rumah dinas gubernur DKI tidak perlu menggunakan kayu jati seperti sebelumnya.
Sebab, bagian rangka atap tidak akan terlihat nantinya.
Rehabilitasi bangunan cagar budaya harus menggunakan material yang sama seperti sebelumnya hanya jika bagian bangunan itu akan terlihat setelah direhab.
"Sebenarnya enggak perlu diganti kayu jati enggak apa-apa, pakai saja baja, kan enggak kelihatan. Lagipula kan yang penting justru lebih kuat ya, umurnya jadi lebih panjang," tutur Yudha, Kamis (11/10/2019).
Selain rumah dinas gubernur, Pemprov DKI sedang merehabilitasi dan membangun bangunan baru di area rumah dinas ketua DPRD DKI Jakarta.
Proyek ini menelan anggaran Rp 3,6 miliar yang dialokasikan dalam APBD Perubahan 2019.
Pemprov DKI juga merehabilitasi rumah dinas wakil gubernur di Jalan Besakih, Jakarta Selatan. Biaya rehab sebesar Rp 1,1 miliar juga dianggarkan dalam APBD-P 2019.
3. Penyediaan antivirus dan perangkat lunak
Anggaran penyediaan antivirus dan perangkat lunak sebesar Rp 12,9 miliar yang diusulkan Pemprov DKI dalam draf KUA-PPAS 2020 juga jadi sorotan.
Anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta William Aditya Sarana menilai anggaran itu untuk membeli antivirus.
Dia pun mempertanyakan anggaran tersebut. Menurut William, Pemprov DKI biasanya hanya menyewa antivirus.
"Selama ini kan sewa saja tuh antivirus, sekarang beli antivirus plus perangkat lunaknya," ujar William, Rabu (9/10/2019).
William meminta Pemprov DKI Jakarta menjelaskan alasan pembelian antivirus tersebut.
Kepala Unit Pengelola Teknologi Informasi Kependudukan DKI Jakarta Muhammad Nurrahman menyatakan, Pemprov DKI tetap menyewa antivirus untuk layanan kependudukan, seperti tahun-tahun sebelumnya.
Pemprov DKI tidak berencana membeli antivirus.
"Itu sewa, sewa setiap tahunnya," ujar Nurrahman.
Anggaran Rp 12,9 miliar dialokasikan untuk tiga hal, yakni menyewa antivirus, membeli Microsoft Office 2016, dan membeli lisensi perangkat lunak Oracle untuk basis data kependudukan.
"(Anggaran) yang besarnya di Oracle database," kata Nurrahman.
Dia merinci, dari Rp 12,9 miliar, Pemprov DKI mengalokasikan sekitar Rp 384 juta untuk menyewa antivirus, sekitar Rp 7,8 miliar untuk membeli lisensi perangkat lunak Oracle untuk basis data kependudukan, dan sekitar Rp 4 miliar untuk membeli Microsoft Office 2016.
Anggaran yang diusulkan Pemprov DKI akan dibahas dan harus disetujui DPRD DKI Jakarta. Anggaran itu kemudian akan dievaluasi Kementerian Dalam Negeri.
4. Transparansi anggaran dipertanyakan
Selain rencana anggaran tersebut, keputusan Pemprov DKI yang tidak mengunggah draf KUA-PPAS 2020 ke situs web APBD juga jadi sorotan.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Akhmad Misbakhul Hasan mempertanyakan transparansi Pemprov DKI dalam menyusun anggaran.
Dengan tidak mengunggah draf KUA-PPAS, Pemprov DKI dianggap membatasi keterlibatan warga Jakarta untuk ikut memantau rancangan anggaran dan rencana program Pemprov DKI.
"Kalau memang punya komitmen tinggi terhadap transparansi dan partisipasi masyarakat, harusnya itu diunggah saja biar itu menjadi diskursus publik," kata Misbah, kemarin.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengklaim, Pemprov DKI Jakarta menyusun anggaran dengan transparan.
Dia menyatakan, rancangan anggaran 2020 dalam bentuk rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) sudah diunggah ke situs web Bappeda Jakarta, bappeda.jakarta.go.id. Menurut Saefullah, RKPD sama dengan draf KUA-PPAS.
"Pokoknya kita semua jamin bahwa penyusunan anggaran ini transparan, bisa dipertanggungjawabkan, akuntabel, tidak ada yang diumpet-umpetin. Kan intinya kuncinya itu," ujar Saefullah.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/10/15/07310941/rencana-anggaran-dki-yang-jadi-sorotan-dari-tgupp-hingga-antivirus