JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menilai, seleksi usia dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) melalui jalur zonasi di Jakarta telah menghambat program wajib belajar 12 tahun.
Alasan dia, banyak calon siswa yang tidak lolos seleksi karena berusia muda dan memilih untuk menunda sekolah.
Banyaknya siswa yang menunda sekolah, kata Arist, membuat program wajib belajar 12 tahun di Jakarta tidak terwujud.
"PPDB yang bermasalah di Jakarta itu menghambat wajib belajar dan itu melanggar konstitusi sebenarnya," ujar Arist saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/7/2020).
Arist menyampaikan, anak-anak di Jakarta sebenarnya ingin langsung melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya setelah mereka lulus di jenjang pendidikan sebelumnya.
Namun, seleksi usia dalam PPDB Jakarta membuat keinginan anak-anak itu pupus. Program wajib belajar 12 tahun pun tidak bisa diwujudkan.
"Wajib belajar di Jakarta itu bisa dinyatakan gagal karena pemerintah sendiri yang menghambat wajib belajar, bukan masyarakat yang tidak menjalankan wajib belajarnya," kata dia.
Arist berujar, menyekolahkan anak di sekolah negeri adalah pilihan kebanyakan orangtua murid. Sebab, orangtua tidak dibebani biaya pendidikan yang mahal.
Banyak orangtua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya di sekolah swasta sehingga anak-anak mereka terpaksa menunda atau putus sekolah.
"Kalau sekolah swasta, siapa yang membiayai, kan orangtua memilih negeri supaya dapat keringanan (biaya pendidikan)," ucap Arist.
Sebelumnya, orangtua siswa, Lidya W, mengatakan akan menunggu satu tahun jika anaknya tak lolos di sekolah negeri.
Sejauh ini, anaknya sudah tak diterima di PPDB DKI Jakarta 2020 melalui jalur zonasi.
"Di dalam planning hidup saya, tak ada rencana sekolah di swasta. Swasta yang bagus, itu mahal. Saya tak sanggup biayanya mahal," kata Lidya, Rabu (1/7/2020).
Anak Lidya yang berumur 15 tahun 5 hari sudah mencoba jalur zonasi di sekolah-sekolah pilihannya, yaitu SMA 8, SMA 26, SMA 54, SMA 3, SMA 55, dan SMA 100, namun tidak lolos.
Calon siswa bernama Naira (15) tak berencana bersekolah di SMA swasta, setelah ia tahu tak diterima di sekolah negeri dalam PPDB jalur zonasi.
Ia memilih menunggu pendaftaran tahun depan jika benar-benar tidak diterima PPDB tahun ini.
"Sekolah di swasta mahal. Saya enggak mau menyusahkan orangtua," ujarnya.
Polemik PPDB lewat jalur zonasi
PPDB melalui jalur zonasi menuai banyak kritik karena dianggap memprioritaskan calon siswa berusia tua.
Dinas Pendidikan DKI Jakata menyusun petunjuk teknis (juknis) yang tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 501 Tahun 2020.
Apabila jumlah pendaftar PPDB jalur zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan usia, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.
Juknis itu diprotes karena dianggap berbeda dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB.
Dalam Permendikbud, seleksi dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan.
Jika jarak tempat tinggal calon siswa dengan sekolah sama, seleksi barulah dilakukan menggunakan usia.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana mengatakan, usia merupakan ukuran yang netral yang tidak dapat dimanipulasi pada penerapan jalur zonasi PPDB.
Menurut dia, memakai ukuran jarak rumah ke sekolah kurang tepat karena jarak bisa diintervensi, bisa dimanipulasi.
"Apakah jarak rumah ke sekolah ukuran netral? Tidak netral karena jarak itu bisa diintervensi, bisa diubah. Misalnya, yang punya kerabat bermukim di dekat sekolah yang dituju, bisa sejak tahun lalu menitipkan anaknya dalam kartu keluarga kerabatnya," kata Nahdiana, Kamis (2/7/2020).
Selain itu, keluarga yang mampu dinilai bisa dengan mudah menyewa atau beli properti di lingkungan yang dekat dengan sekolah yang dituju.
"Jarak yang dihitung menggunakan meteran tidak netral, ia bisa diintervensi," lanjutnya.
Ia menjelaskan, di Jakarta, jarak atau zonasi diatur berdasarkan jarak rumah ke sekolah dengan menggunakan jarak antar-kelurahan.
Bila calon siswa tinggal di sebuah kelurahan, maka ada pilihan-pilihan sekolah yang berlokasi di kelurahan tersebut dan di beberapa kelurahan tetangga yang bisa dipilih.
"Jakarta juga menggunakan jarak sebagai alat ukur, dengan berbasis kelurahan lokasi rumah dan lokasi sekolah," kata dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/07/03/11485721/seleksi-usia-dalam-ppdb-jakarta-dinilai-hambat-program-wajib-belajar-12