JAKARTA, KOMPAS.com - Penutupan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi tahun ajaran 2020/2021 di DKI Jakarta menyisakan ribuan kursi kosong di sekolah negeri.
Informasi berkait adanya ribuan kursi kosong itu disampaikan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana saat menghadiri rapat bersama Komisi E DPRD DKI Jakarta, Selasa (14/7/2020).
Nahdiana memaparkan, ada 7.758 kursi kosong dari total daya tampung sekolah negeri tingkat SD, SMP, dan SMA di Jakarta pada penutupan PPDB sistem zonasi tahun ajaran 2020/2021.
Nahdiana kemudian merinci, tercatat 6.666 kursi kosong dari 99.392 kursi pada jenjang SD atau 6,71 persen dari daya tampung yang disediakan.
Kemudian, sisa kursi kosong tingkat SMP negeri adalah 622 dari 79.075 kursi atau 0,79 persen dari daya tampung yang disediakan.
Sementara itu, tercatat sebanyak 225 kursi kosong dari 31.964 kursi pada jenjang SMA dan 245 kursi kosong dari 19.233 kursi pada tingkat SMK.
"Untuk (sisa kursi kosong tingkat) SMA adalah 0,7 persen dan untuk SMK ada 1,72 persen," kata Nahdiana.
Nahdiana mengatakan, penyebab adanya kursi kosong pada penutupan PPDB zonasi adalah lokasi sekolah yang berada di dekat pusat perkantoran.
"Perlu disampaikan di sini, lokasi beberapa SD ada di daerah-daerah yang lingkungan perkantoran, sehingga usia anak-anak yang masuk SD di daerah situ sudah tidak banyak," ujar Nahdiana.
Alasan lainnya, menurut Nahdiana, sejumlah sekolah berlokasi di Kepulauan Seribu.
"Tidak semua sekolah menyisakan kursi kosong. Tapi banyak di Pulau Seribu, di mana untuk SD ada 14 sekolah, untuk SMP ada 7 sekolah tersisa 158 kursi, untuk SMA ada 21 kursi, dan di SMK ada 59 kursi," katanya.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kritik sejumlah orangtua peserta didik yang tidak dapat menyekolahkan anaknya di sekolah negeri karena sistem zonasi.
Bahkan, sejumlah orangtua peserta didik menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta Pusat, Senin (29/6/2020), untuk mengkritisi kebijakan sistem zonasi pada PPDB Jakarta.
Untuk diketahui, sistem zonasi pada PPDB DKI diterapkan berdasarkan petunjuk teknis (juknis) yang tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 501 Tahun 2020.
Apabila jumlah pendaftar PPDB jalur zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan usia, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.
Tak hanya diprotes orangtua, sistem PPDB zonasi juga membuat salah satu peserta didik bernama Arista terpaksa harus menunda keinginannya untuk melanjutkan sekolah ke tingkat SMA.
Walaupun memiliki segudang prestasi, Arista harus putus sekolah setelah tidak terakomodasi oleh PPDB sistem zonasi.
Tak diterima sekolah negeri, beralih ke sekolah swasta
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah sebelumnya mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membutuhkan peran pihak swasta untuk menampung kapasitas siswa yang tidak diterima di sekolah negeri dalam PPDB tahun 2020.
Menurut Saefullah, sekolah swasta memiliki peran yang sama untuk menyelenggarakan pendidikan seperti sekolah negeri.
"Bahwa nyatanya memang daya tampung SMPN kita baru 46,17 persen, masih ada 64 persen lagi, kita harapkan adalah peran swasta. Kemudian, daya tampung SMAN baru 32,9 persen, artinya masih ada 67 persen lagi, kita mengharapkan peran swasta," kata Saefullah di Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (6/7/2020).
Walaupun menuai kritik, Saefullah menegaskan, sistem zonasi dalam PPDB DKI Jakarta tahun 2020 telah sesuai dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB.
Dalam Permendikbud, seleksi dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan. Jika jarak tempat tinggal calon siswa dengan sekolah sama, seleksi barulah dilakukan menggunakan usia.
"Jalur zonasi di DKI Jakarta ini sudah sesuai dengan regulasinya, yaitu Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019," ungkap Saefullah.
Tak ada jual beli kursi kosong
Dalam rapat bersama Komisi E DPRD DKI, Nahdiana pun meminta tak ada pegawai Disdik yang memperjualbelikan kursi kosong sekolah negeri kepada oknum tak bertanggung jawab.
"Kalau bapak ibu menemukan personel kami yang memperjualbelikan kursi, sampaikan. Kita tidak ada toleransi untuk ini," kata Nahdiana.
Pasalnya, kata Nahdiana, kursi kosong di sekolah negeri itu diperuntukkan siswa yang ingin mutasi atau pindah pada pergantian semester ganjil tahun ajaran 2020/2021.
Meskipun demikian, Nahdiana tak menjelaskan secara detail kebijakan mutasi siswa tersebut.
"Kursi kosong seperti mutasi, sekarang juga sedang berlangsung terbuka secara umum untuk dipublikasi ke masyarakat," kata Nahdiana.
Klaim PPDB zonasi mampu hapus sekolah unggulan
Walaupun menyisakan ribuan bangku kosong dan menuai kritik, Pemprov DKI menyebut PPDB zonasi mampu menghapus sebutan sekolah unggulan.
Nahdiana menjelaskan, PPDB sistem zonasi dinilai dapat menyeterakan rata-rata nilai peserta didik yang mendaftar sekolah-sekolah negeri di Jakarta.
Klaim tersebut berdasar pada perbandingan rata-rata nilai peserta didik baru dari tiga sampel sekolah pada PPDB tahun ajaran 2019/2020 dan PPDB zonasi tahun ajaran 2020/2021.
Pada PPDB tahun 2019, rata-rata nilai peserta didik baru di sekolah A adalah 90 dan 100, sekolah B adalah 70 sampai 90, dan sekolah C adalah 60 sampai 70.
Sebaliknya, Nahdiana menyebutkan bahwa persebaran nilai rata-rata peserta didik baru tahun ajaran 2020/2021 mulai merata di tiga sampel sekolah tersebut karena adanya PPDB sistem zonasi.
"Di mana sekolah SMA A ini, distribusi variasi nilainya 70 sampai 96. Begitu juga SMA B yang berwarna hijau, variasinya sudah merata. SMA C juga sama. Artinya di tahun (ajaran) 2020, seluruh SMA negeri mempunyai sebaran yang tidak berpolarisasi seperti (tahun ajaran) 2019," ucap Nahdiana.
PPDB zonasi merepresentasikan keadilan sosial ekonomi
Berdasarkan data Disdik DKI, tercatat lebih banyak orangtua berpendidikan SD dan SMP yang mampu menyekolahkan anaknya di sekolah negeri pada PPDB sistem zonasi tahun ini dibanding PPDB tahun 2019.
Rincian datanya, yakni rata-rata jumlah orangtua lulusan SD pada PPDB tahun 2019 adalah 3,6, sedangkan pada PPDB tahun 2020 adalah 10,1.
Kemudian, rata-rata jumlah orangtua lulusan SMP pada PPDB tahun 2019 adalah 6,9, sedangkan pada PPDB tahun 2020 adalah 14.
"Secara sosial ekonomi pada PPDB 2020 ini lebih memrepresentasikan masyarakat dari kelompok sosial ekonomi, di mana di sini (PPDB tahun 2020) lebih banyak orangtua yang berpendidikan SD dan SMP yang anaknya diterima di sekolah negeri," kata Nahdiana.
Nahdiana menyampaikan, berdasarkan data Disdik DKI, diketahui bahwa mayoritas orangtua para peserta didik baru tahun ini adalah lulusan SMA dan sederajat.
Sementara itu, jumlah orangtua lulusan perguruan tinggi pada PPDB tahun 2020 mengalami penurunan dibanding tahun 2019.
Rata-rata jumlah orangtua lulusan perguruan tinggi pada PPDB tahun 2019 adalah 44,1, sedangkan pada PPDB tahun 2020 adalah 24,4.
Oleh karena itu, Nahdiana menyatakan, hasil PPDB sistem zonasi tahun ajaran 2020/2021 mampu merepresentasikan keadilan secara sosial ekonomi.
Pasalnya, semua lapisan masyarakat dari lulusan SD sampai perguruan tinggi mampu menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/07/15/08120541/ppdb-zonasi-yang-meninggalkan-ribuan-kursi-kosong-di-tengah-kritik