"Ya tidak ada hubungan, karena ganjil-genap adalah untuk mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi, bukan untuk mengendalikan pergerakan orang di Jakarta," ujar Tigor melalui keterangan tertulis, Minggu (2/8/2020) malam.
"Sebagaimana kita ketahui, ganjil-genap adalah upaya agar masyarakat berpindah menggunakan transportasi umum dan mengurangi kemacetan di jalan raya," imbuhnya.
Menurut Tigor, ada atau tidak ganjil-genap, jumlah pergerakan warga Jakarta relatif tak berubah, hanya moda transportasinya saja yang berpindah dari mobil ke motor atau kendaraan umum.
Di samping itu, kebijakan ganjil-genap dilahirkan pada situasi normal, sehingga memang tidak dirancang untuk menyiasati keadaan di luar normal seperti saat pandemi sekarang.
"Kebijakan ini dibuat atau dilahirkan dengan perhitungan bukan pada situasi keadaan darurat atau bencana kesehatan, di masa pandemi Covid-19," kata Tigor.
"Jadi, menurut saya salah jika Pemprov DKI Jakarta ingin tetap menerapkan kebijakan ganjil-genap pada masa pandemi Covid-19," tambah dia.
Dia melihat sejumlah penyebab melonjaknya volume kendaraan di Jakarta, khususnya mobil pribadi yang menjadi sasaran kebijakan ganjil genap.
"Jika dikatakan ada kemacetan Jakarta yang melebihi kemacetan pada masa normal, bisa jadi ada ketidakseimbangan antara supply (pasokan) dan demand (permintaan) dalam penggunaan layanan angkutan umum di Jabodetabek," jelas Tigor.
"Para pekerja di Jakarta banyak juga yang bertempat tinggal di Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Terjadi lonjakan penggunaan kendaraan pribadi ke Jakarta dan di Jakarta karena ketersediaan layanan angkutan umumnya kurang, sementara jumlah penggunanya lebih tinggi," tambahnya.
Faktor lain, penggunaan kendaraan pribadi dianggap lebih aman di tengah pandemi saat ini.
Potensi berdesakan di kendaraan umum tentu rentan mempermudah penularan Covid-19 sehingga wajar jika warga memilih beralih ke kendaraan pribadi untuk menuju kantornya.
"Ketakutan tersebut sangat mendasar karena trauma terjadi penumpukan atau kerumunan pengguna dan tidak sehatnya fasilitas publik yang ada," ujar Tigor.
"Akhirnya masyarakat lebih percaya dan lebih merasa sehat menggunakan kendaraan pribadinya seperti motor dan mobilnya," ia menambahkan.
Tigor juga menduga ada banyak pelanggaran operasional perkantoran di Jakarta, dengan memaksa pegawainya masuk 100 persen.
Padahal Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan bahwa jumlah pegawai yang diizinkan masuk ke kantor setiap harinya maksimal hanya 50 persen.
"Kedua penyebab ini bisa jadi yang membuat Jakarta jadi sangat macet walau masih pada masa pandemi Covid-19. Menerapkan kebijakan ganjil-genap pada masa pandemi Covid-19 ini tidak ada hubungannya dengan upaya untuk menurunkan kasus positif atau mencegah penyebaran Covid-19," ujarnya.
"Justru penerapan ganjil-genap ini kemungkinan akan menimbulkan area baru penyebaran Covid-19 seperti di angkutan umum atau sarana publik lainnya," pungkasnya.
Sistem gajil genap kembali diberlakukan mulai Senin ini, setelah sebelumnya ditiadakan sejak awal penerapan PSBB di Jakarta.
Pemprov DKI beralasan, penerapan ganjil genap karena meningkatnya kasus positif Covid-19 di Ibu Kota dan munculnya klaster perkantoran.
Pemprov DKI berharap sistem ganjil genap dapat membatasi pergerakan warga untuk meminimalkan penyebaran Covid-19.
Pasalnya, Pemprov DKI juga menghapus kebijakan kepemilikan surat izin keluar masuk (SIKM) bagi warga luar Jakarta yang ingin masuk wilayah Ibu Kota sejak pertengahan Juli 2020.
Sebagian masyarakat sebelumnya menolak ganjil genap diterapkan agar bisa selalu beraktivitas menggunakan kendaraan pribadi.
Mereka khawatir tertular Covid-19 jika harus menggunakan transportasi umum yang padat penumpang.
Aturan ganjil genap hanya berlaku pada Senin-Jumat dan tidak berlaku pada hari Sabtu, Minggu, serta hari libur nasional.
Selain itu, aturan tersebut hanya berlaku untuk kendaraan roda empat dan akan diterapkan pada jam 06.00-10.00 WIB dan 16.00-21.00.
Adapun ganjil genap diberlakukan di kawasan:
1. Jalan Medan Merdeka Barat
2. Jalan MH Thamrin
3. Jalan Jenderal Sudirman
4. Jalan Jenderal S Parman, mulai simpang Jalan Tomang Raya sampai Jalan Gatot Subroto
5. Jalan Gatot Subroto
6. Jalan MT Haryono
7. Jalan HR Rasuna Said
8. Jalan DI Panjaitan
9. Jalan Jenderal Ahmad Yani, mulai simpang Jalan Bekasi Timur Raya sampai dengan simpang Jalan Perintis Kemerdekaan
10. Jalan Pintu Besar Selatan
11. Jalan Gajah Mada
12. Jalan Hayam Wuruk
13. Jalan Majapahit
14. Jalan Sisingamangaraja
15. Jalan Panglima Polim
16. Jalan Fatmawati, mulai simpang Jalan Ketimun 1 sampai dengan simpang Jalan TB Simatupang
17. Jalan Suryopranoto
18. Jalan Balikpapan
19. Jalan Kyai Caringin
20. Jalan Tomang Raya
21. Jalan Pramuka
22. Jalan Salemba Raya sisi barat dan Jalan Salemba Raya sisi timur, mulai simpang Jalan Paseban Raya sampai dengan simpang Jalan Diponegoro
23. Jalan Kramat Raya
24. Jalan Stasiun Senen
25. Jalan Gunung Sahari
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/08/03/06242881/pengamat-ganjil-genap-tak-ada-hubungannya-dengan-pembatasan-pergerakan