Ahli epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, torehan tersebut menunjukkan bahwa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi gagal.
"Karena pada PSBB transisi semua sektor dibuka, semua kantor dibuka, tapi apa ini PSBB Karena PSBB itu singkatanan dari pembatasan sosial, kalau dibuka semua sebenarnya sama saja dengan enggak PSBB gitu," kata Miko saat dihubungi Kompas.com, Minggu (9/8/2020).
Miko memperkirakan, maksimal hanya 20 persen perusahaan di Jakarta yang menerapkan sistem bekerja dari rumah atau work from home (WFH).
Namun, dia mengakui pembukaan semua sektor perkantoran juga merupakan pertimbangan yang harus dilakukan akibat krisis ekonomi yang ada.
"Kalau sekarang di PSBB (ketat) lagi sebulan aja, yang dirumahkan akan banyak," ucap Miko.
Sebagai solusi, Miko menyarankan agar Pemprov DKI memperketat protokol kesehatan, terutama di perkantoran.
Protokol penggunaan masker, mencuci tangan hingga menjaga jarak tak lagi cukup untuk menanggulangi penyakit menular ini.
"Enggak cukup pakai masker, jaga jarak kemudian cuci tamgan pakai sabun. Contohnya perusahaan itu harus dibuat sekat (antar-orang), jadi harus begitu," ucap Miko.
Adapun jumlah kumulatif pasien positif Covid-19 di DKI Jakarta hingga Sabtu (8/8/2020) adalah 25.242 orang.
Dari jumlah tersebut, 15.710 orang dinyatakan telah sembuh, sedangkan 934 orang meninggal dunia.
Berdasarkan data terkini Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dilakukan tes PCR sebanyak 6.914 spesimen.
Untuk positivity rate atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta sebesar 7,4 persen, sedangkan Indonesia sebesar 15,5 persen.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/08/09/15150541/jakarta-kembali-catatkan-kasus-covid-19-tertinggi-epidemiolog-nilai-psbb