JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya polisi menindak pelajar yang tertangkap saat hendak mengikuti aksi unjuk rasa tolak Undang-Undang Cipta Kerja dengan membuat catatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), menjadi sorotan.
Pengamat kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISeSS) Bambang Rukminto mengatakan, polisi harus berhati-hati dalam menangani para pelajar yang masih di bawah umur.
"Polisi harus hati-hati dan tak gegabah menangani pengunjuk rasa di bawah umur. Apalagi unjuk rasa bukan pelanggaran hukum," ujar Bambang dalam keterangannya, Rabu (14/10/2020).
Menurut Bambang, penyampaian pendapat melalui unjuk rasa merupakan perbuatan legal yang dilindungi oleh Undang-Undang.
Sementara itu, kata Bambang, anak-anak di bawah umur juga dilindungi oleh Undang-Undang yang penanganannya harus dibedakan dengan orang dewasa.
"Tindakan polisi seperti itu menunjukan polisi tidak paham demokrasi sehingga melakukan tindakan anti demokrasi. Unjuk rasa itu legal dan dilindungi UU, yang dilarang adalah aksi kerusuhan, dan anarkisme," katanya.
Sebelumnya, Kapolres Kota Tangerang Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan, aksi demonstrasi yang dilakukan pelajar akan menjadi catatan saat membuat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Dia menjelaskan, ancaman penindakan tersebut diarahkan kepada 29 pelajar yang diamankan saat akan melakukan aksi menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja ke Jakarta.
"Kami catat di catatan kepolisian. Karena nanti apabila tercatat, itu akan terbawa terus. Kalau untuk melamar pekerjaan, meneruskan sekolah, ada catatan khusus yang akan kami sampaikan," kata Ade dalam keterangan tertulis, Selasa (13/10/2020).
Ade mengatakan, catatan tersebut akan dituangkan saat para pelajar yang diamankan saat ini akan mengajukan SKCK.
Adapun 25 dari 29 pelajar yang berhasil diamankan mengaku tidak memiliki uang untuk transportasi ke Jakarta.
Mereka berencana akan menghentikan mobil muatan barang untuk melakukan aksi ke Jakarta.
"Tadi mereka tidak punya uang mau nebeng mobil muatan barang. Memberhentikan mobil di jalan nebeng ke Jakarta," kata dia.
Para pelajar tersebut juga mengaku mendapat undangan aksi menolak UU Cipta Kerja melalui media sosial.
Namun, banyak dari mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya mereka perjuangkan dalam aksi tersebut.
"Semua ditanya tidak tahu," kata dia.
Sementara aksi unjuk rasa dilakukan oleh Persatuan Alumni (PA) 212 dan beberapa ormas islam menggelar demo.
Kegiatan unjuk rasa itu bertema "Aksi 1310 Tolak UU Ciptaker/Cilaka" yang dilakukan di Istana Negara, Jakarta.
Namun, usai massa dari PA 212 menyelesaikan unjuk rasa, beberapa demonstran lain kembali terlibat kericuhan.
Polisi menembakkan gas air mata untuk memukul mundur massa hingga ke berbagai arah baik Kebon Sirih hingga Tugu Tani, Jakarta.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/10/14/11292551/catat-pelajar-dalam-skck-karena-demo-uu-cipta-kerja-polisi-harus-hati