Salin Artikel

Mengenal Prangko Pertama di Indonesia, Harganya Capai Rp 1,6 Miliar

Prangko pertama di Indonesia tercatat terbit pada 1 April 1864, ketika Indonesia masih berada di bawah jajahan pemerintah Hindia Belanda.

Saat itu, lalu lintas surat antara Negeri Belanda dengan negara jajahannya, termasuk Indonesia, cukup intens.

Pemerintah Hindia Belanda pun menerbitkan prangko sebagai bukti alat bayar yang sah pengiriman surat.

Prangko pertama tersebut berwarna merah anggur yang memuat gambar Raja Willem III dari Belanda dalam bingkai berbentuk persegi.

Pada bagian atas perangko terdapat tulisan “10 cent” dan pada bagian bawahnya memuat tulisan “postzegel”.

Pada bagian kiri memuat tulisan “Nederl", serta pada bagian kanan memuat tulisan “Indie”.

Gambar prangko ini dirancang oleh TW Kaiser dari Amsterdam.

Sudah berusia 157 tahun, prangko pertama Hindia Belanda itu tentu saja saat ini sudah langka.

Namun, prangko itu masih bisa ditemukan di sejumlah museum prangko, termasuk di Museum Prangko Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Kepala Museum Prangko TMII Cadria Aditama menjelaskan, prangko pertama di Hindia Belanda itu tidak dicetak di wilayah nusantara, melainkan di Belanda.

"Prangko pertama yang Willem III itu percetakan Belanda. Dicetak di Belanda untuk disebarkan di nusantara," kata Cadria menjelaskan soal sejarah prangko tersebut saat Kompas.com berkunjung ke Museum Prangko TMII baru-baru ini.

Saat ini, prangko dengan kode nama N-1 ini cukup langka dan dicari oleh kolektor prangko alias filatelis.

Mengutip Kompas edisi 15 Oktober 2006, harga prangko pertama di Hindia Belanda ini semakin hari semakin tinggi karena jumlahnya yang makin langka.

Sekretaris Jenderal Persatuan Filatelis Indonesia (PFI) saat itu, Rijanto, mengatakan, prangko pertama di Hindia Belanda itu bisa dihargai hingga Rp 1,6 miliar. Harganya kini bisa jadi lebih mahal.

Bahkan, harga tersebut jauh lebih tinggi dari prangko pertama di dunia yang dikeluarkan di Inggris pada 6 Mei 1840, yang dikenal dengan nama Penny Black.

"Orang yang tidak tahu mengenai prangko tentu akan memberikan nilai harga yang lebih mahal kepada koleksi yang tertua, apalagi prangko pertama yang dikenal dengan sebutan Penny Black sangat terkenal di kalangan filatelis," kata Rijanto.

Padahal, lanjutnya, prangko pertama di Indonesia kenyataannya justru jauh lebih mahal karena jumlah yang diterbitkan sangat sedikit dan jarang ditemukan pada saat ini.

Prangko pertama Pemerintah RI

Prangko di bumi nusantara tentunya tak hanya berkembang pada masa penjajahan.

Tak lama setelah Soekarno mendeklarasikan kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan prangko agar pengiriman surat tak lagi menggunakan prangko cetakan Belanda.

Prangko pertama Pemerintah RI itu diterbitkan untuk memperingati setengah tahun kemerdekaan, sekaligus menjadi penanda Indonesia telah terbebas dari penjajahan.

Prangko itu bergambar banteng dan bendera Merah Putih. Di bagian atasnya ada tulisan "Indonesia Merdeka".

Di bagian bawah juga terdapat tulisan "17 Agustus 1945", hari kemerdekaan Indonesia.

Di bagian kiri terdapat tulisan "Repoeblik" dan di bagian kanannya terdapat tulisan "Indonesia".

Saat itu, prangko tersebut dihargai 20 sen.

Meski tidak setua prangko pertama Hindia Belanda, prangko pertama yang diterbitkan Pemerintah RI ini juga tentunya telah menjadi barang langka saat ini.

Prangko ini dipamerkan di sejumlah museum dan acara pameran.

Mengutip pemberitaan Kompas.com, prangko pertama Pemerintah RI ini pernah dipajang dalam Pameran Filateli Dunia yang berlangsung di JCC Senayan, Jakarta, pada 18-24 Juni 2012.

Bertholo Sinaulan, General Commissioner acara pameran tersebut, juga sempat menjelaskan makna prangko itu.

Menurut dia, lambang banteng yang sedang menarik rantai dalam prangko tersebut mengandung makna Indonesia sudah terbebas dari masa penjajahan.

Mantan Presiden Soekarno disebut sebagai orang yang memerintahkan PT Pos Indonesia untuk membuat prangko itu.

Sejak saat itu, prangko terus digunakan Pemerintah RI sebagai simbol perjuangan dan penanda sejarah.

Misalnya, prangko yang terbit pada 1 Desember 1946 di Yogyakarta dibuat untuk menunjukkan kedaulatan RI yang saat itu terancam direbut kembali oleh Belanda.

Ada pula prangko Konferensi Asia Afrika yang diterbitkan bersamaan dengan KAA di Bandung, Jawa Barat, pada April 1955.

Prangko bergambar bola dunia dan peta wilayah Asia-Afrika itu penanda dimulainya perlawanan negara-negara terhadap imperialisme di dunia.

Perkembangan komunitas filatelis di Indonesia

Sama dengan prangko yang sudah ada sejak zaman penjajahan, komunitas filatelis di Indonesia juga sudah ada sejak negeri ini belum merdeka.

Mengutip Kompas, komunitas filatelis di Indonesia mulai tumbuh sejak 29 Maret 1922.

Pada waktu itu, sekelompok kolektor prangko mendirikan klub filateli di Jakarta (Batavia) yang mereka namakan Postzegelverzamelaars Club Batavia.

Perkumpulan ini mendapat pengakuan dari penguasa setempat pada 29 Maret 1922.

Setelah itu, beberapa kelompok filatelis terbentuk di beberapa daerah di Indonesia.

Kelompok lokal itu kemudian dihimpun dalam suatu wadah menjadi gerakan terorganisasi secara nasional, Nederlandsch Indische Vereniging van Postzegel Verzamelaars, pada 15 Agustus 1940 sebagai lanjutan dari Postzegelverzamelaar Club Batavia.

Sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan, nama perkumpulan diubah menjadi Algemene Vereniging Voor Philatelisten In Indonesia, yang merupakan pendahulu Perkumpulan Umum Philateli Indonesia yang dibentuk tahun 1953.

Selanjutnya, pada 1965 menjadi Perkumpulan Philatelis Indonesia (PPI) dan akhirnya pada 1985 menjadi Perkumpulan Filatelis Indonesia.

Untuk dapat mengikuti perkembangan filateli di dunia internasional, pada tahun 1969, Indonesia menjadi anggota Federation International de Philatelie (FIP) yang berkedudukan di Swiss.

Pada 1974, Indonesia dan beberapa anggota FIP lainnya di wilayah Asia mendirikan sebuah federasi filateli regional yang berkedudukan di Singapura dengan nama Federation of Inter-Asian Philately (FIAP), yang anggotanya mencakup organisasi perkumpulan filateli di wilayah Asia-Pasifik.

Sejak lahirnya, PFI bukan merupakan organisasi politik, melainkan suatu organisasi hobi yang bersifat nasional, tidak mencari keuntungan, dan terbuka untuk seluruh warga negara Indonesia.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/29/08260891/mengenal-prangko-pertama-di-indonesia-harganya-capai-rp-16-miliar

Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke