Salin Artikel

Saat Covid-19 Jadi Momok di Rumah Sendiri, Masihkah Kita Lengah dan Pongah?

Ketika itu, sebuah wabah misterius muncul meneror warga Wuhan di Provinsi Hubei, China. Banyak di antara mereka tiba-tiba terserang penyakit pernapasan akut dan tidak lama kemudian meninggal dunia.

Belakangan diketahui bahwa wabah tersebut disebabkan oleh virus yang menyerupai SARS karena menyerang sistem pernapasan. Ilmuwan menyebutnya virus corona.

Saat itu, awal Januari 2020, kebanyakan warga Indonesia mungkin tidak menyangka bahwa corona akan membawa malapetaka di "rumah sendiri".

Satu setengah tahun berlalu, virus yang awalnya disanksikan oleh banyak orang kini hadir di tengah-tengah kita dan menyerang orang terdekat, bahkan diri sendiri.

Beberapa hari yang lalu saya mendapat kabar bahwa seorang rekan meninggal karena Covid-19 (penyakit yang disebabkan virus corona).

Ia berpulang satu minggu setelah kepergian ibunya, dikarenakan penyakit yang sama.

Tak lama, muncul pesan singkat dari keluarga saya di Palmerah, Jakarta Barat, yang mengabarkan bahwa enam orang anggota keluarga di sana positif Covid-19.

Tiga di antara mereka adalah anak-anak di bawah 10 tahun.

Ini menjadi alarm bagi saya, ibu dari bayi berusia 8 bulan, agar membatasi aktivitas di luar rumah karena virus corona sudah semakin ganas dan menyerang siapapun tanpa pandang usia.

Ancaman virus corona varian Delta

Sejak kemunculannya di akhir tahun 2019, virus corona sudah bermutasi menjadi lebih mudah menyebar dan mengakibatkan gejala berat.

Salah satu dari mutasi virus corona adalah varian Delta yang pertama kali muncul di India bulan Oktober lalu.

Di India sendiri, varian ini diyakini berkontribusi pada pandemi gelombang kedua di bulan Mei-Juni yang mencatatkan lebih dari 400.000 kasus baru dan 4.000 kematian per hari.

Varian ini sudah menyebar ke 80 negara, termasuk Indonesia. Di Inggris, varian Delta mendominasi dan ditemukan fakta bahwa transmisinya meningkat di kalangan anak-anak usia 12-20 tahun.

BMJ.com, sebuah situs penyedia informasi kesehatan global, mengungkap temuan Badan Kesehatan Masyarakat Inggris (PHE) tentang 140 klaster penyebaran varian Delta di sekolah-sekolah hingga akhir Mei 2021.

Sedangkan di Jakarta, setidaknya 1.112 anak terkonfirmasi positif Covid-19 pada hari Kamis (24/6/2021) saja.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, ada kemungkinan peningkatan Covid-19 pada anak-anak terjadi karena varian baru corona.

"Besar kemungkinan ini adalah varian baru yang dengan mudah menular, termasuk kepada anak-anak," ujarnya.

Data ini selaras dengan fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa ratusan anak-anak saat ini dirawat di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Seorang penyintas Covid-19 yang pernah dirawat di Wisma Atlet, James Andi Parinding, memberi kesaksian tentang bayi berusia dua tahun yang harus dipasangi selang sebagai alat bantu pernapasan.

"Saya waktu masih di RSDC itu sempat ketemu dengan seorang bapak yang sedang mengendong anaknya sekitar umur 2 tahun, di mana anak kecil itu di pasangin alat berupa selang di hidungnya," ucap James.

"Saya sedih sekali lihat anak kecil yang tidak tahu apa-apa bisa terpapar Covid-19," sambungnya.

Rumah sakit kolaps

James dirawat di RS Wisma Atlet bersama ibu, bapak, dan dua orang adiknya sejak 11 Juni 2021.

Ketika jumlah kasus Covid-19 di Jakarta meningkat tajam di awal minggu ini, James dan keluarganya diminta untuk pulang dari rumah sakit.

Padahal, kedua orangtuanya belum sembuh dari Covid-19. "Atas arahan dokter paru mereka diminta isolasi mandiri di rumah," ujarnya.

James dan keluarganya akhirnya pulang pada tanggal 21 Juni. Saat itu, kasus harian bertambah di atas 5.000, setelah sebelumnya konsisten di angka 4.000-an.

Hingga Rabu (23/6/2021), sebanyak 8.096 pasien tengah dirawat di Wisma Atlet. Dengan begitu, 90 persen kapasitas rumah sakit tersebut sudah terisi.

Ini hanyalah gambaran kecil dari situasi darurat yang terjadi di Jakarta. Banyak rumah sakit sudah mencapai batas maksimum kapasitasnya, sehingga pasien telantar.

Instalasi Gawat Darurat di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat, misalnya, sudah penuh dan tidak lagi bisa menampung pasien baru.

"Pasien harus mengantre di lorong saat hendak melakukan skrining karena kapasitas ruangan tidak cukup," ujar Humas RSUD Cengkareng Aris Pribadi, Rabu kemarin.

Seorang pasien positif Covid-19 yang hendak masuk ke RSUD Pasar Minggu, Jakarta Selatan, bahkan sempat mengamuk karena tidak kunjung mendapatkan perawatan.

Petugas keamanan yang bertugas sampai harus melakukan tindakan tegas, yakni menyetrum sang pasien yang mengamuk agar mudah dikendalikan.

"Karena kondisi pasien tidak tenang, tim sekuriti masuk zona merah tanpa kenakan APD level 3, pasien (dilumpuhkan) dengan bantuan alat listrik," ujar Direktur RSUD Pasar Minggu, Dr. Yudi Amiarno, Minggu (18/6/2021).

Jika di Ibu Kota, dengan segala keunggulan fasilitasnya, bisa terjadi kekacauan seperti di atas, maka dapat dibayangkan seperti apa buruknya kejadian yang mungkin terjadi di daerah lain di Indonesia.

Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mencatat 2 juta kasus Covid-19 pada Senin (21/6/2021).

Bahkan tiga hari berselang, pada Kamis, Indonesia mencatat rekor kasus harian tertinggi dengan 20.574 kasus.

Penambahan tersebut menyebabkan total kasus Covid-19 di Indonesia saat ini mencapai 2.053.995 orang, terhitung sejak kasus pertama diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020.

Rekor baru kasus harian juga dicatatkan oleh Jakarta, pada Kamis, dengan 7.505 kasus.

Secara kumulatif, Jakarta mencatatkan total 494.462 kasus sejak Maret 2020. Sebanyak 445.450 sembuh, 8.112 meninggal, dan 40.900 lainnya sedang menjalani perawatan ataupun isolasi mandiri.

Karena kasus "luar biasa" yang terjadi di Indonesia, dunia luar kini memandang Indonesia berbahaya sehingga membatasi pergerakan dari Indonesia.

Pemerintah Hong Kong mengumumkan pada Rabu, akan melarang penerbangan penumpang dari Indonesia karena kedatangan dari Indonesia sangat berisiko tinggi.

Lantas, setelah semua "kekacauan" yang terjadi di rumah kita ini, masihkah kita lengah dan mengorbankan keselamatan banyak orang dengan tidak menerapkan protokol kesehatan secara baik?

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/06/25/07325061/saat-covid-19-jadi-momok-di-rumah-sendiri-masihkah-kita-lengah-dan-pongah

Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke