Ia menegaskan, uji kompetensi penting bagi para calon dokter agar mereka bisa bekerja profesional dalam menangani pasien.
"Kami tidak ingin mengambil risiko meluluskan dokter yang belum kompeten, yang dapat membahayakan yang bersangkutan dan pasien. Itu sangat tidak bertanggung jawab," kata Nizam saat dihubungi Kompas.com, Jumat (16/7/2021).
Hal ini disampaikan Nizam menanggapi pernyataan Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto.
Slamet menyebut ada 3.500 mahasiswa fakultas kedokteran yang telah lulus, namun tidak bisa membantu penanganan pandemi Covid-19 karena terhambat aturan uji kompetensi di Ditjen Dikti.
IDI meminta para mahasiswa FK yang sudah lolos itu bisa langsung ikut menangani pandemi di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang makin mengganas.
Namun Nizam menegaskan uji kompetensi ini penting untuk memastikan setiap lulusan FK bisa bekerja secara kompeten.
Nizam mengatakan, uji kompetensi itu terdiri dari 2 bagian, yaitu Computer Based Test (tes berbasis komputer) dan Objective Structured Clinical Examination (tes roleplay dokter dan pasien).
Uji kompetensi hanya memakan waktu satu hari. Namun, tes itu hanya digelar empat kali dalam setahun, yakni pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan November.
"Yang belum lulus berkesempatan untuk mengikuti ujian berikutnya 3 bulan kemudian," kata Nizam.
Ia menyebut, uji kompetensi yang baru saja dilakukan pada bulan Mei lalu telah meluluskan 3.320 orang, sementara yang tidak lulus jumlahnya di bawah 1.000 orang.
Namun, Nizam mengakui saat ini 3.320 orang yang lulus itu belum bisa berpraktik di faskes karena masih harus menunggu proses penerbitan Sertifikat Profesi.
"Sertifikat profesi diterbitkan oleh masing-masing FK. Saya sudah minta untuk dipercepat," katanya.
Slamet Budiarto sebelumnya mengungkapkan, saat ini ada sekitar 3.500 mahasiswa fakultas kedokteran yang telah lulus tetapi tidak bisa membantu penanganan pandemi Covid-19.
Menurut Slamet, para lulusan fakultas kedokteran itu tak bisa langsung terjun ke lapangan karena terhambat oleh uji kompetensi di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Jadi mereka sudah lulus fakultas kedokteran, cuma belum disumpah, belum dapat ijazah gara-gara uji kompetensi," kata Slamet kepada Kompas.com, Jumat (16/7/2021).
Slamet menyayangkan sikap Ditjen Dikti yang tetap mengotot mengharuskan lulusan fakultas kedokteran mengikuti uji kompetensi.
Padahal, Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta Kementerian Kesehatan telah menyetujui agar mahasiswa fakultas kedokteran yang baru lulus bisa langsung melakukan praktik.
Organisasi kedokteran seperti IDI dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) juga sudah memberi lampu hijau agar para calon dokter itu bisa segera membantu penanganan pandemi.
"Masalahnya di Dirjen Dikti. Masa hanya seorang Dirjen mengalahkan kepentingan negara," kata Slamet.
"Kita ini ego sektoralnya tinggi banget. Menkes sudah berupaya, masa diganjal oleh seorang dirjen," kata Ketua IDI Jakarta ini.
Slamet menegaskan, dalam kondisi lonjakan kasus Covid-19 seperti sekarang ini, jumlah dokter sangat kurang.
Apalagi belakangan banyak dokter yang ikut terpapar Covid-19 sehingga harus menjalani isolasi mandiri.
Karena itu, jika 3.500 dokter tersebut dapat segera dipekerjakan, hal itu akan sangat membantu penanganan pandemi.
"Paling enggak bisa nutup (kekurangan) lah. Kalau 3.500 kita pekerjakan, satu orang pegang 20 lah untuk isolasi mandiri, bisa pegang 70.000 pasien isoman. Bisa dipantau tiap hari lewat video call. Daripada pasien isolasi mandiri pada mati," kata dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/07/16/19310781/jawab-kritik-idi-dirjen-dikti-kami-tak-mau-ambil-risiko-luluskan-dokter