JAKARTA, KOMPAS.com - Aparat dari Polres Jakarta Barat telah memeriksa delapan saksi dan lima orang ahli terkait kasus penimbunan obat penanganan Covid-19 yang dilakukan PT ASA di gudangnya yang berlokasi di Kalideres, Jakarta Barat.
Namun, polisi belum menetapkan tersangka kasus ini lantaran masih menunggu keterangan ahli dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Kita tinggal minta keterangan dari pihak Kemenkes, setelah kita memeriksa pihak Kemenkes kita gelar perkara untuk penetapan tersangka," kata Kanit Krimsus Polres Jakarta Barat AKP Fahmi Fiandri saat dihubungi Kamis (22/7/2021).
Di luar Kementerian Kesehatan, polisi telah meminta keterangan dari ahli pidana, perdagangan, perlindungan konsumen, Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) serta Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Sementara, sejumlah saksi yang telah diperiksa, di antaranya adalah direktur, apoteker, karyawan, konsumen dan kepala gudang PT ASA.
"Jadi tinggal menunggu keterangan dari Kemenkes saja ini," tutur Fahmi.
Menurut Fahmi, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kemenkes sehingga hanya perlu menunggu ditunjuknya pihak yang dapat dimintai keterangan.
Adapun, gudang milik PT ASA telah ditutup polisi sejak 9 Juli 2021. Sebanyak 730 boks Azithromycin ditemukan di sana.
"Terdapat keputusan menteri kesehatan, ada 11 jenis obat yang sangat dibutuhkan menjadi barang penting untuk kebutuhan pengobatan pasien Covid-19. Azithromycin ini ada di poin ke-10," kata Kapolres Jakarta Barat Kombes Ady Widodo dalam jumpa pers, Senin (12/7/2021).
Menurut Ady, ratusan boks obat Azithromycin yang ditimbun di gudang ini mampu digunakan oleh sedikitnya 3.000 pasien Covid-19.
"Kita hitung-hitung obat yang ditimbun ini bisa untuk 3.000 orang karena secara umum orang yang terkena Covid-19 biasanya diberikan 1x1 selama 5 hari. Ini ada 730 boks, satu boks ada 20 setrip," jelas Ady.
Tak hanya Azithromycin, polisi juga menemukan jenis obat Paracetamol, Dexamethasone, Caviplex, serta sejumlah obat flu dan batuk yang ditimbun di gudang.
Menurut Ady, obat-obatan tersebut telah diterima PT ASA dari penyuplai di Semarang sejak 5 Juli 2021.
Kini, ratusan boks obat yang ditimbun itu diamankan pihak kepolisian sebagai barang bukti. Namun, lantaran obat-obatan tersebut dibutuhkan warga, Ady menyatakan akan berkoordinasi dengan pihak terkait agar nantinya obat-obatan tersebut dapat digunakan masyarakat.
"Kita akan berkoordinasi dengan criminal justice system supaya bagaimana obat ini juga menjadi termanfaatkan kepada masyarakat karena masyarakat memerlukan obat ini," pungkas Ady.
Pemilik instruksikan karyawan untuk tak jual Azithromycin
Ady mengungkapkan, seorang apoteker PT ASA mengaku sempat diinstruksikan untuk tak menjual Azithromycin terlebih dahulu.
"Salah satu apoteker menjelaskan ada percakapan dengan pemilik PT ASA untuk tidak menjual dulu Azithromycin, jadi ada indikasi untuk ditimbun," kata Ady.
Salah seorang pelanggan PT ASA juga mengeluhkan hal yang sama.
"Salah satu customer yang menanyakan obat tersebut sudah ada atau belum, tapi dijawab belum ada. Jadi obat itu sebetulnya sudah ada, tapi disampaikan bahwa belum ada," jelas Ady.
Bahkan, saat pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menanyakan stok Azithromycin, pihak perusahaan menyatakan tidak memiliki stok obat tersebut.
Jual obat dua kali harga eceran
Tak hanya menimbun, Ady mengungkapkan bahwa PT ASA juga sempat menjual Azithromycin di atas harga eceran tertinggi (HET).
"Kami melihat di sini ada kenaikan harga menjadi Rp 3.350 per tablet," jelas Ady.
Padahal, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat dalam Masa Pandemi Covid-19, harga Azithromycin adalah Rp 1.700 per tablet.
Bahkan, PT ASA juga disebut melakukan pemalsuan faktur agar tak kedapatan menjual obat di atas harga eceran.
"Ada upaya mereka untuk mengubah faktur dari pembelian obat ini pada saat kita amankan faktur. Mereka mencoba untuk menurunkan untuk sesuai dengan harga eceran tertinggi, yaitu Rp 1.700," kata Ady.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/07/22/16551681/belum-ada-tersangka-dalam-kasus-penimbunan-obat-penanganan-covid-19-ini