JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa wilayah di Jakarta Utara mengalami krisis air. Hal ini terjadi bukan karena kemarau, melainkan karena adanya gangguan yang dihadapi operator air.
Air jarang mengalir ke perumahan warga. Kalaupun ada, debit air yang keluar tidak lah banyak. Kualitas air pun buruk karena karena berbau serta berwarna.
Kondisi ini setidaknya dirasakan warga di dua kampung di Jakarta Utara, yakni Kampung Bandan, Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, dan Kampung Baru Kubur, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan.
Krisis air bersih ini sudah berlangsung berbulan-bulan lamanya. Di Kampung Bandan, misalnya, krisis tersebut sudah terjadi selama empat bulan.
Warga belum Mendapat Kejelasan
Hingga saat ini, warga mengaku belum mendapatkan kejelasan dari operator air PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) mengenai penyebab krisis air yang melanda wilayah permukiman mereka.
"Masih begini, belum ada perubahan. Saya enggak tahu karena apa. Karena apa sih?" ujar Deny (53), warga RT 02 RW 05, saat ditemui, Senin (10/1/2022).
Perempuan paruh baya yang sudah tinggal di Kampung Bandan sejak kecil itu mengatakan, tak ada sedikit pun informasi yang disampaikan pihak Palyja sejak krisis air terjadi.
Padahal, biasanya setiap ada gangguan atau perbaikan saluran air pihak Palyja pasti akan selalu mengabarkan terlebih dahulu melalui pesan singkat.
"Kalau sekarang enggak ada info dari awal, dulu sering ada," kata dia. Deny mengatakan, kondisi krisis air yang terjadi sejak beberapa bulan lalu tak kunjung berubah.
Air hanya mengalir pada jam-jam yang tidak dapat ditentukan. Kondisi air yang keluar pun dalam kondisi yang tidak layak. Air sangat berbau dan berwarna kekuningan.
"Ngalir mah ngalir tapi bau. Enggak tahu dari apaan baunya. Baunya juga enggak enak. Airnya kotor, kuning-kuning gitu. Makanya enggak dipake lah, buat apa?" kata dia.
Palyja diketahui memasok bantuan air ke wilayah tersebut. Deny pun terus memanfaatkan bantuan air yang diberikan Palyja ke kampungnya itu.
Bantuan air itu dimanfaatkannya hanya untuk minum. Berkat air bantuan itu pula dia bisa tetap berjualan teh manis di depan rumahnya.
Sementara untuk mandi dan mencuci, kata dia, dirinya masih memanfaatkan sumur air tanah yang disedot menggunakan pompa air. Kualitas air dari sumur itu pun buruk.
"Andai kata saya enggak kebagian air, saya juga enggak akan jualan teh gini. Kalau beli galon (buat jualan) rugi lah. Gak keuber saya mah," ujar dia.
Berharap Krisis segera berakhir
Deny berharap krisis air bersih ini bisa segera teratasi, mengingat sebentar lagi akan memasuki bulan puasa dan Lebaran.
"Sudah 4 bulanan, tapi mudah-mudahan (gangguan air) jangan sampai Lebaran ya, jangan sampai pas puasa. Butuh banget itu. Kita kan banyak kebutuhannya," ujar Deny.
Dia berharap, Palyja sebagai pemasok air ke kampungnya bisa segera memperbaiki masalah tersebut.
"Mudah-mudahan Palyja (krisis airnya) jangan sampai puasa. (Pas puasa) udah diperbaiki, udah kelar kerjaannya," kata dia.
Di samping itu, Deny juga menginginkan agar aliran air di kampungnya bisa kembali normal.
Apalagi air merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar.
"Inginnya cepat-cepat mengalir, air kita butuh biar di mana-mana juga. Jadi harapan saya biar cepat diperbaiki," ujar dia.
Air bau bangkai di Kampung Baru Kubur
Sementara itu, di Kampung Baru Kubur krisis air sudah berlangsung sekitar tiga bulan. Sekalinya keluar, air yang ada berbau menyengat.
"Airnya enggak pernah keluar, sekalinya keluar bau bangkai. Masa airnya bau bangkai. Bingung saya juga," ujar In Nyo warga di RT 07, RW 15 saat ditemui di lokasi, Kamis (6/1/2022).
Dia mengatakan, banyak pekerjaan rumah tangganya yang terbengkalai akibat krisis air tersebut. Apalagi, di rumahnya juga sedang ada orang yang sakit.
"Saya enggak mandi-mandi. Kesel saya. Kami enggak ada air tapi bayar terus," kata dia.
Selain berbau, ujar dia, air tersebut juga menghitam dan tak layak pakai.
Untuk memenuhi kebutuhan mereka, warga harus membeli air galon atau air pikul dari pedagang air keliling.
"Jadi harus beli segalon Rp 6.000, sedangkan tagihan bayar terus tapi airnya enggak ada," kata dia.
Warga lainnya, Emil, mengatakan bahwa dirinya sudah sering melaporkan hal tersebut kepada Palyja.
Namun, yang datang bukannya petugas perbaikan melainkan hanya petugas survei.
"Saya sudah sering laporan cuma yang datang survei doang. Kami sudah berbulan-bulan (krisis air) di sini," ujar dia.
Emil mengatakan, petugas yang datang survei pun selalu terlihat kebingungan karena harus mengecek pipa. Akhirnya yang mereka katakan adalah akan menyampaikannya kepada pihak terkait.
Selain di RT 07, terdapat beberapa RT lainnya yang mengalami hal serupa, yakni RT 05, RT 04, dan RT 06.
Respons Palyja
Merespons gangguan air di Jakarta Utara, pihak Palyja mengatakan bahwa gangguan terjadi akibat adanya kebocoran pipa jaringan Palyja.
"Adapun gangguan suplai air yang terjadi di area tersebut diindikasi karena adanya kebocoran pipa jaringan Palyja," ujar Corporate Communications and Social Responsibility Division Head Palyja Lydia Astriningworo dalam siaran pers yang diterima, Senin (3/1/2022).
Pihaknya pun menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat terdampak.
"Sebagai upaya tindak lanjut, Palyja telah melakukan pencarian dan perbaikan kebocoran secara intensif. Untuk itu, kami mohon kesabaran dan pengertian dari pihak pelanggan," kata dia.
Lydia mengatakan, selama kondisi suplai air belum normal, pihaknya akan mengirimkan bantuan air bersih melalui mobil tangki.
Namun, kata dia, saat permintaan bantuan air bersih melalui mobil tangki meningkat, maka tidak semua yang membutuhkan air dapat dipenuhi.
"Karena akan diprioritaskan ke rumah sakit dan panti sosial," ujar dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/01/11/07513181/warga-jakarta-utara-hadapi-krisis-air-berbulan-bulan-bukan-karena-kemarau