Ketua LPSK Hasto Atmojo menjelaskan, pihaknya belum dapat memproses permohonan yang diajukan oleh AKBP Dody Prawiranegara, Linda Pujiastuti, dan Samsul Ma'rif melalui kuasa hukum mereka.
Sebab, syarat dan kelengkapan berkas untuk mengajukan perlindungan sekaligus justice collaborator dari pihak pemohon belum lengkap.
"Belum, karena syaratnya juga belum lengkap. Sekarang masih menunggu syarat kelengkapan dari mereka. Setelah itu nanti baru dilakukan investigasi dan asesmen," ujar Hasto saat dikonfirmasi, Kamis (27/10/2022).
Hingga kini, LPSK belum melakukan asesmen ataupun investigasi untuk memastikan kelayakan para tersangka mendapatkan perlindungan dan menjadi justice collaborator.
Sebab, proses tersebut baru dapat dilaksanakan apabila persyaratan dan kelengkapan berkas permohonan sudah dinyatakan lengkap.
"Syarat formilnya seperti identitas dan segala macamnya belum ya. Kemudian kronologi kasusnya itu belum dikirim," kata Hasto.
Dalam proses ini, kata Hasto, LPSK belum memberikan tenggat waktu tertentu untuk melengkapi persyaratan permohonan tersebut.
"Tapi kalau nanti permohonan sudah diajukan (disetujui), berlaku tenggat waktu satu minggu. Kalau belum cukup bisa diperpanjang hingga satu bulan," ungkap Hasto.
Adapun ketiga tersangka yang hendak menjadi justice collaborator memiliki peran berbeda dalam kasus peredaran narkoba yang diotaki Teddy Minahasa.
AKBP Doddy diperintah Teddy Minahasa untuk mengambil 5 kg barang bukti sabu dari Mapolres Bukittinggi.
Tersangka Linda berperan menyimpan sabu yang didapat dari AKBP Doddy untuk selanjutnya diedarkan.
Sementara itu, Samsul Ma'rif alias Arif, menjadi jembatan penghubung pertemuan antara AKBP Doddy dengan Linda di Jakarta.
Kuasa hukum dari ketiga tersangka itu, yakni Adriel Viari Purba mengaku sudah mengirimkan surat kepada LPSK agar ketiganya bisa menjadi justice collaborator.
Ketiganya juga sepakat bahwa Teddy lah yang menjadi otak dari peredaran narkoba ini dan mereka hanya menjalankan perintah dari Teddy.
Bahkan, AKBP Doddy sebenarnya sudah berkali-kali menolak perintah Teddy untuk mengambil sabu dari Mapolres Bukittinggi.
Namun, saat itu Doddy terus didesak sehingga terpaksa mengikuti perintah atasannya itu.
"AKBP Doddy menjalankannya dengan keadaan tertekan, walaupun dalam hatinya menolak. Akhirnya dia menjalankan perintah agar loyal, walaupun dia tidak punya niat," ungkap Adriel.
"Saya ini Kapolres Bukittinggi, dia Kapolda Sumbar, jelas dia pimpinan tertinggi. Saya coba menolak, berkali-kali saya bilang gak berani jenderal. Tapi pihak TM tetap mendesak," kata Adriel menirukan AKBP Doddy.
Teddy Minahasa ditetapkan tersangka
Keterlibatan Teddy Minahasa dalam kasus peredaran narkoba terungkap dari penyelidikan penyidik Polda Metro Jaya.
Dalam proses penyelidikan, Polda Metro Jaya mengungkap jaringan pengedar narkoba dan menangkap tiga warga sipil.
Setelah itu, penyidik Polda Metro Jaya melakukan pengembangan dan menemukan keterlibatan tiga polisi.
Pengembangan penyelidikan terus dilakukan sampai akhirnya penyidik menemukan keterlibatan Teddy.
Kadiv Propam Irjen Syahardiantono pun diminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjemput Teddy untuk diperiksa.
Polda Metro Jaya kemudian menetapkan 11 orang sebagai tersangka kasus dugaan peredaran narkoba jenis sabu-sabu, termasuk Teddy Minahasa.
Sedangkan 10 orang lainnya adalah HE, AR, Aipda AD, Kompol KS, Aiptu J, Linda, AW, Arif, AKBP Dody, dan DG.
Kini Teddy dan para tersangka lainnya telah mendekam di Ruang Tahanan Narkoba Polda Metro Jaya.
Para tersangka dijerat Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/10/27/11575721/3-tersangka-kasus-narkoba-teddy-minahasa-belum-jadi-justice-collaborator