Salin Artikel

Kisah Gang Gloria, Pojok Kuliner Peranakan di Jakarta

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdapat sebuah gang yang menyempil di antara kompleks rumah toko dan pusat perbelanjaan Pancoran Chinatown Point di kawasan pecinan Pancoran-Glodok.

Gang tersebut bernama Gang Gloria. Di sepanjang jalan selebar 4 meter ini terselip sejumlah toko atau kedai kuliner legendaris seperti Toko Kawi, Bakmi Amoy, Soto Betawi Nyonya Afung, hingga Kedai Kopi Es Tak Kie.

Sebagai salah satu pojok kuliner Jakarta, Gang Gloria sedikitnya dihuni 38 lapak PKL. Mereka menjajakan siomai babi, nasi campur, buah-buahan, mie campur, dan kuliner peranakan lainnya.

Popularitas Gang Gloria terangkat bersama kawasan Pancoran-Glodok sejak awal abad ke-20. Jadi, kawasan ini sudah seabad menjadi surga kuliner warga Jakarta

Masakan China di kawasan itu seperti nasi ayam hainan, sup bulus (pi oh), kwetiau sapi, babi panggang, dan sek ba, telah menjadi ikon dunia kuliner Jakarta sejak tempo dulu.

Revitalisasi

Gang ini mendapatkan namanya setelah berdirinya pertokoan Gloria (sekarang Pancoran Chinatown Point).

Sekitar tahun 1970, pernah ada gejala popularitas Gang Gloria meredup seiring semakin banyaknya bangunan bertingkat.

Namun dalam dua dekade terakhir, Gang Gloria kembali populer. Terlebih setelah banyaknya food blogger dan food vlogger yang mengulas kuliner-kuliner di gang ini.

Sejalan dengan tingginya popularitas Gang Gloria, pemangku kebijakan pun memutuskan untuk mempercantik Gang Gloria pada awal tahun 2022.

Kepada harian Kompas, Camat Taman Sari Agus Sulaeman menjelaskan, pihaknya menggandeng PT Sinar Sosro, produsen minuman ringan, untuk merevitalisasi Gang Gloria.

Revitalisasi itu menggunakan dana tanggung jawab sosial perusahaan untuk menghindari pemakaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

”Kami rencanakan revitalisasi dengan mempertimbangkan aspek historis yang keberadaannya sudah lama, tetapi kondisinya memprihatinkan,” ucapnya kepada harian Kompas awal tahun ini.

Sejarah lanskap kuliner Glodok

Terbentuknya lanskap kuliner di pusaran Pancoran-Glodok tidak terlepas dari peristiwa besar di awal bulan Oktober 1740.

Peristiwa ini adalah pembantaian terhadap ribuan orang Tionghoa di dalam Benteng Batavia yang memicu Perang Sepanjang.

Dalam narasi lokal di Mataram, peristiwa itu disebut Geger Pacinan, sementara di Rembang, Lasem, disebut Perang Kuning.

Akibat peristiwa tersebut, warga Tionghoa di Batavia dalam sekejap hilang karena terbunuh atau melarikan diri.

Setahun sebelum pembantaian, orang Tionghoa di sisi timur Benteng Batavia tercatat 1.624 orang, di sisi barat 2.196 orang, dan di permukiman selatan ada 569 orang.

Dalam buku Tionghoa di Batavia dan Huru-Hara 1740 karya JT Vermeulen tertulis bahwa setelah adanya pembantaian, tidak ditemukan orang Tionghoa di sisi timur ataupun barat.

Akibat lenyapnya orang Tionghoa, perekonomian Pemerintah Hindia Belanda kocar-kacir. Bahan makanan langka dan harga-harga meroket tajam.

Pada akhirnya Belanda membujuk kembali orang Tionghoa yang menguasai perekonomian dan perdagangan untuk menetap kembali di Batavia.

Namun, lokasinya bukan di dalam kota, melainkan di sebelah barat kota yang terpisah dari masyarakat lainnya. Daerah pecinan itulah yang sekarang dikenal sebagai Glodok.

Imigran dari China pun secara bertahap berdatangan dan mencapai puncaknya pada abad ke-19.

Cita rasa Tionghoa

Dalam konteks kuliner, para pedatang membawa cita rasa totok atau asli.

Tian Li Tong, sesepuh di kawasan Pancoran, mengatakan, sampai saat ini kita bisa dengan mudah mengklasifikasikan makanan yang dijual berdasarkan latar belakang pedagangnya.

”Yang jual soto mi di sini sudah pasti orang China Benteng yang lebih melebur dengan budaya lokal. Yang totok jualan menu totok,” kata Tian.

Selain itu, menurut penulis kuliner peranakan Aji Bromokusumo, di Pancoran, Glodok, juga muncul kuliner hasil akulturasi yang baru, seperti kopi di Kedai Kopi Tak Kie.

”Orang Tionghoa zaman dulu hampir pasti tidak mengenal kopi dan tidak suka kopi, bahkan sampai sekarang. Mereka lebih suka teh. Jadi, menu kopi di kedai itu umurnya belum lama, yakni sejak 1920-an,” ujar Aji.

Pada periode itu, Pancoran mulai menjadi salah satu pusat kuliner. Tidak hanya warung-warung tenda dan kaki lima, restoran baru pun berdiri.

Belakangan, menu-menu baru juga bermunculan, salah satu di antaranya rujak shanghai.

(Kompas: Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany, Erika Kurnia, Iwan Santosa, Budi Suwarna)

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/01/07281991/kisah-gang-gloria-pojok-kuliner-peranakan-di-jakarta

Terkini Lainnya

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke