Salin Artikel

Riwayat Bajaj, Hampir 50 Tahun Melintasi Jalanan Ibu Kota...

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak ditetapkan Pemprov DKI Jakarta sebagai angkutan umum pada Juni 1975, bajaj hingga kini masih terus ada melintasi jalanan Ibu Kota.

Moda transportasi ini bertahan melintasi belasan periode gubernur, meskipun kini telah mengingkari fungsi awal sebagai angkutan umum yang melayani permukiman.

Surat Keputusan Gubernur DKI pada Juni 1975 memasukkan bajaj sebagai anggota angkutan umum jenis keempat selain minicar, helicak, dan mebea.

Jenis IV merupakan angkutan lingkungan atau melayani wilayah permukiman. Keberadaannya melengkapi angkutan jenis I-III, yakni kereta api, bus kota, dan taksi.

Ketimbang kendaraan jenis IV lain, bajaj bertahan karena unggul dari sisi ekonomi.

Kendaraan lain, seperti bemo dan helicak, cenderung surut karena ongkos pemeliharaan yang mahal.

Sebagai contoh, bemo surut karena tidak efisien untuk jarak dekat dan tidak bisa masuk ke gang-gang sempit.

Helicak dan mebea akhirnya punah di saat bajaj bertahan meski menghadapi banyak rintangan.

Tetap ungguli pesaing

Berdasarkan catatan harian Kompas, terdapat beberapa kendaraan yang juga diperkenalkan ke Jakarta sebagai ”penantang” bajaj.

Pemprov DKI sempat memperkenalkan moda transportasi tuk-tuk pada Mei 1990. Secara fisik, tuk-tuk dan toyoko mirip bajaj.

Bajaj generasi pertama yang beroperasi di Jakarta memiliki mesin 150 cc dan merupakan produksi India. Sementara tuk-tuk bermesin Daihatsu 350-500 cc produksi Thailand.

Pada tahun 2004, Pemprov DKI juga mengenalkan kancil yang digadang bakal menggantikan bajaj.

Pada tahap awal, Pemprov DKI mengizinkan operasi 250 unit kendaraan yang juga dikenalkan sebagai kendaraan angkut niaga cilik irit dan lincah ini.

Akan tetapi, moda ini tak begitu saja diterima awak angkutan.

Ketua Paguyuban Bajaj Jakarta, ketika itu, Tarjono mengatakan, para pengusaha dan pengemudi bajaj menolak kancil karena secara ekonomis tidak terjangkau.

"Harga kancil terlalu mahal, satu unit Rp 42 juta, sedangkan bajaj sekitar Rp 14 juta hingga Rp 16 juta per unit,” ujarnya kepada Kompas, 24 Juni 2004

Keunggulan secara ekonomi inilah yang membuat bajaj tetap diminati dan bertahan.

Jumlah moda ini terus bertambah sehingga pemerintah membatasi jumlah tak lebih dari 15.000 unit.

Pada 1990, Pemprov DKI mencatat 14.623 unit. Jumlahnya diklaim dinas perhubungan masih sekitar 14.600 unit pada tahun 2017.

Menekan polusi

Sejak 2013, Pemprov DKI pun akhirnya mempertahankan bajaj, tetapi mendorong pengalihan bahan bakar dari minyak ke gas untuk menekan polusi.

Saat ini jumlah bajaj dengan bahan bakar gas sudah mendominasi jalanan di ibu kota.

Selain tuntutan berubah ke gas, pengusaha bajaj harus beradu dengan angkutan berbasis aplikasi beberapa tahun terakhir.

Kemunculan angkutan berbasis aplikasi membuat persaingan semakin sengit.

Kepada Kompas, Budianto (45), sopir bajaj yang biasa mangkal di kawasan Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, menyatakan, jumlah penumpang yang diangkut paling banyak 15 penumpang per hari.

Padahal, dia rata-rata bekerja 15 jam per hari hingga pukul 21.00. Sebelum ojek aplikasi muncul, dia bisa mendapatkan hingga 30 penumpang dalam sehari.

"Dulu, penumpang yang cari bajaj. Sekarang, bajaj yang cari penumpang,” ujarnya.

Selain menambah waktu kerja, pengemudi bajaj harus pintar mengatur jadwal agar operasi efektif.

Budianto, misalnya, biasa beroperasi di Stasiun Tanah Abang pukul 07.00 hingga 09.00. Setelah itu, dia memilih untuk beristirahat hingga jam makan siang.

Seperti moda angkutan konvensional lainnya, bajaj di Ibu Kota tengah menghadapi ujian berat hukum alam ala Darwin, siapa yang kuat, dialah yang menang.

(Kompas: Mukhamad Kurniawan | Kompas.com: Mita Amalia Hapsari)

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/29/07000041/riwayat-bajaj-hampir-50-tahun-melintasi-jalanan-ibu-kota-

Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Nasib Petani Jamur di Batang: Sehari Diupah Rp 30.000, Tidak Ada Hari Libur

Nasib Petani Jamur di Batang: Sehari Diupah Rp 30.000, Tidak Ada Hari Libur

Megapolitan
Cara Masuk Ancol saat Formula E Jakarta 2023 Berlangsung 3-4 Juni 2023

Cara Masuk Ancol saat Formula E Jakarta 2023 Berlangsung 3-4 Juni 2023

Megapolitan
Soal Debu Batu Bara, Warga Rusun Marunda: Munculnya Musiman, saat Musim Hujan

Soal Debu Batu Bara, Warga Rusun Marunda: Munculnya Musiman, saat Musim Hujan

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Strategi Hadapi Potensi Banjir Rob pada 1-8 Juni 2023

Pemprov DKI Siapkan Strategi Hadapi Potensi Banjir Rob pada 1-8 Juni 2023

Megapolitan
Komisi B DPRD DKI Pesimistis Formula E 2023 Berikan 'Multiplier Effect'

Komisi B DPRD DKI Pesimistis Formula E 2023 Berikan "Multiplier Effect"

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Maaf dan Pinta Ketua RT Riang pada Pemilik Ruko |  Haruskah Kaesang Maju Jadi Wali Kota Depok?

[POPULER JABODETABEK] Maaf dan Pinta Ketua RT Riang pada Pemilik Ruko | Haruskah Kaesang Maju Jadi Wali Kota Depok?

Megapolitan
Waspada Potensi Banjir Rob di Utara Jakarta pada 1-8 Juni 2023

Waspada Potensi Banjir Rob di Utara Jakarta pada 1-8 Juni 2023

Megapolitan
Usai Formula E 2023 Digelar, Komisi B DPRD DKI Bakal Evaluasi Jakpro

Usai Formula E 2023 Digelar, Komisi B DPRD DKI Bakal Evaluasi Jakpro

Megapolitan
Formula E 2023 Jakarta Minim Sponsor Lokal, Komisi B DPRD DKI: Mungkin Tidak Ada yang Tertarik

Formula E 2023 Jakarta Minim Sponsor Lokal, Komisi B DPRD DKI: Mungkin Tidak Ada yang Tertarik

Megapolitan
Curhat Urbaningsih, Petani Jamur yang Tak Bisa Ikut Pelatihan UKM karena Terbentur Usia

Curhat Urbaningsih, Petani Jamur yang Tak Bisa Ikut Pelatihan UKM karena Terbentur Usia

Megapolitan
Kehabisan Bus dari Pelabuhan Muara Angke, Naik Becak Motor Saja

Kehabisan Bus dari Pelabuhan Muara Angke, Naik Becak Motor Saja

Megapolitan
Gagal Nonton Video Mapping, Wisatawan Soraki Pengelola Monas

Gagal Nonton Video Mapping, Wisatawan Soraki Pengelola Monas

Megapolitan
Puluhan Relawan Deklarasi Dukung Kaesang Wali Kota Depok, Ternyata Isinya Kader dan Simpatisan PSI

Puluhan Relawan Deklarasi Dukung Kaesang Wali Kota Depok, Ternyata Isinya Kader dan Simpatisan PSI

Megapolitan
Kerennya Atraksi Air Mancur di Monas, Wisatawan Kagum dan Tepuk Tangan Meriah

Kerennya Atraksi Air Mancur di Monas, Wisatawan Kagum dan Tepuk Tangan Meriah

Megapolitan
Naik KRL Sambung TransJakarta ke Pelabuhan Muara Angke, Rp 6.500 Saja

Naik KRL Sambung TransJakarta ke Pelabuhan Muara Angke, Rp 6.500 Saja

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke