Hotman juga menanyakan apakah uang sogokan itu berasal dari hasil penjualan barang bukti sabu.
Hotman menanyakan hal itu kepada Syamsul Ma'arif, saksi mahkota dalam persidangan kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (23/2/2023).
Adapun Hotman bertanya berdasarkan bukti digital forensik Polda Metro Jaya berupa percakapan antara Syamsul dan Dody di aplikasi WhatsApp.
"Saya bacakan WA (WhatsApp) Anda kepada dia (Dody). 'Bikin interval waktu, Bang, toleransi turun kombesmu itu kapan? Jika enggak jelas, sebaiknya musnahkan. Lalu, sesuai rencana kita, cairkan uangnya dan kita tembak Mabes'," ucap Hotman.
Hotman lalu bertanya apakah Dody Prawiranegara memiliki ambisi untuk mengurus kenaikan pangkat dari AKBP ke kombes di Mabes Polri.
"Apakah maksudnya uang pencairan ini (penjualan sabu) dipakai untuk mengurus atau menyogok di Mabes agar (Dody) naik pangkat?" tanya Hotman kepada Syamsul.
Menjawab pertanyaan Hotman, Syamsul membantah bahwa maksud "menembak" Mabes Polri adalah menyogok.
Namun, Syamsul mengaku tak mengingat pesan yang dia kirimkan kepada Dody.
"Kalau itu pembicaraan saya dengan saudara Dody," kata Syamsul.
Mendengar jawaban tersebut, Hotman lantas bertanya, apakah Syamsul mengakui adanya percakapan itu. Syamsul kemudian mengaku tak begitu ingat soal hal tersebut.
Teddy Minahasa cecar saksi
Dalam persidangan itu, Teddy Minahasa juga mencecar saksi soal hal yang sama.
"Ini yang terkait dengan bukti percakapan, halaman 50. Saudara mengirim berita (pesan) kepada Dody," kata Teddy dalam persidangan.
Pesan tersebut, lanjut Teddy, berkaitan dengan pemusnahan barang bukti sabu dan kenaikan pangkat Dody.
Menurut Teddy, dalam percakapan ini, Syamsul menanyakan rencana mereka mengurus pangkat Dody.
Teddy kemudian menanyakan maksud dari percakapan tersebut. Kepada Teddy, Syamsul berdalih tak mengingat hal tersebut.
"Komunikasinya tidak ingat," imbuh Syamsul.
Adapun Teddy didakwa bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.
Awalnya, Dody sempat menolak. Namun, pada akhirnya Dody mengiakan permintaan Teddy.
Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda. Setelah itu, Linda menyerahkan sabu tersebut kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa.
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/02/24/05150031/hotman-paris-tanya-saksi--apakah-akbp-dody-sogok-mabes-agar-naik-pangkat