Mereka sudah tiba di Aula Blok C sejak pukul 08.30 WIB untuk melakukan registrasi ulang dan mengambil antrean.
Ada pula yang baru mendaftarkan diri secara langsung, yakni Dede (29).
Laki-laki bertubuh tinggi ini sudah tiba sejak pagi. Tangan, wajah, dan kepalanya terlihat dengan jelas dipenuhi tato.
Setiap garis tato tampak sedikit pudar. Warnanya tidak seterang saat Dede baru menato tubuhnya.
"Ini keinginan sendiri, bukan permintaan orang lain. Pengin hapus tato aja. Habisnya kalau (bertato) dipandang sebelah mata sama orang-orang, jadi kayak gimana gitu (kurang mengenakkan)," jelas Dede di lokasi, Selasa.
Usai mendaftar dan mendapat nomor antrean, Dede sempat menunggu selama beberapa saat karena penyelenggara masih mempersiapkan beberapa hal.
Saat gilirannya tiba, Dede langsung menuju meja pemeriksaan agar dokter dapat memastikan bahwa Dede dalam kondisi prima.
Usai dinyatakan sehat, Dede langsung menuju meja penghapusan tato.
Seperti "diceples" karet
Dede, lengkap dengan topi beanie dan kemeja berwarna hitam, tas rajut selempang, celana jin biru pudar, dan jam tangan berwarna kuning emas, berjalan dengan tegap.
Ia tidak menunjukkan ekspresi khawatir. Pembawaannya tidak gugup dan suaranya terdengar lantang.
Dede menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan oleh petugas penghapus tato sambil sesekali tersenyum.
Saat proses penghapusan tato pada tangan kirinya berlangsung, dia hanya menunjukkan ekspresi datar tanpa meringis.
Suaranya pun tetap tegas saat sesekali diajak berbicara oleh orang lain selama proses penghapusan tato.
Meski demikian, Dede mengaku bahwa penghapusan tato yang dialaminya terasa panas.
"Pengalaman menghapus tato rasanya kayak diceples karet, pedas dan lebih ke rasa panas. Tadi dihapus pakai laser," ujar Dede.
Dede juga tidak menampik, menghapus tato lebih sakit daripada saat ia menato tubuhnya.
Meski begitu, ia tetap akan mengikuti kembali kegiatan hapus tato agar tato pada tangan kirinya benar-benar hilang.
Sebelumnya, Dede sudah pernah mengikuti kegiatan serupa. Namun, tato pada tangan kirinya tidak langsung menghilang.
Dede mengatakan, proses penghapusan tato memang harus dilakukan beberapa kali supaya benar-benar hilang.
Oleh karena itu, ia kembali mengikuti kegiatan hapus tato yang digelar pada Selasa. Ia fokus menghapus tato pada tangan kirinya.
"Kalau tahun depan diadakan lagi, udah pasti bakal ikut lagi buat hapus tato. Fokusnya satu-satu dulu tatonya, sampai hilang dulu. Kalau udah hilang, pindah ke tato lain," terang Dede.
Lutfi tampak sangar dengan kumis tebalnya. Tampilannya dilengkapi dengan kaus hitam, jam tangan hitam biru, dan celana jin biru pudar.
Sembari menunggu gilirannya, Lutfi tampak asyik mengobrol dengan temannya, sambil sesekali tertawa.
"Bertato dari 2017. Ikut kegiatan hapus tato karena menyesal, dulu karena pergaulan jadi menato," ungkap Lutfi di lokasi.
Lutfi menjelaskan, pergaulan memengaruhi keputusannya untuk menato tubuhnya. Dahulu, ia sering berkumpul dengan teman-temannya di kafe dan bar.
Ia pun memiliki banyak teman yang menggeluti seni tato.
"Saya nongkrong di studio tato, jadi ditawarin. Saya ini dapat tato gratis," ujar Lutfi.
Saat gilirannya tiba usai diperiksa dokter, Lutfi berjalan dengan santai dan tegap ketika menghampiri meja penghapusan tato.
Ia menjawab seluruh pertanyaan yang dilontarkan petugas dengan suara tegas.
Akan tetapi, saat petugas mulai menurunkan kerah pada bagian belakang kaus Lutfi, ia mulai gugup. Dahinya mengerut. Sesekali, Lutfi melipat bibirnya.
Tidak lama, petugas mulai menyalakan laser bercahaya kuning. Lutfi pun langsung meringis kesakitan dan mengepalkan kedua tangannya.
Ia berupaya keras untuk menahan rasa sakit saat proses penghapusan tato. Ia hampir terus memejamkan mata selama tatonya dihapus.
Ketika ada yang menanyakan sesuatu kepada Lutfi, ia hanya bisa menjawab dengan erangan. Sesekali, suaranya keluar untuk mengucapkan beberapa kalimat secara terbata-bata.
Terkadang, Lutfi hanya bisa mengangguk. Ekspresinya masih menunjukkan rasa sakit. Keringat semakin mengucur deras.
Lutfi mengungkapkan, kegiatan menghapus tato membuatnya harus berpikir ulang untuk melakukannya kembali.
"Jadi mikir untuk yang kedua dan ketiga kali karena sakitnya kayak kena api, kayak dibakar," kata Lutfi.
Penghapusan tato dilakukan menggunakan laser. Inilah yang membuatnya merasakan sensasi terbakar laiknya ada seseorang yang mengarahkan pemantik api ke kulitnya.
"Sakitnya kayak kena api, sakit banget. Dibanding sama bikin tato, lebih sakit lima kali lipat yang proses penghapusan," sambung Lutfi.
Tidak boleh kena air dan sabun
Dede dan Lutfi mengatakan, setelah proses penghapusan tato, mereka dibawa menuju meja lainnya.
Di sana, mereka diberi tahu seputar cara menjaga spot tato yang baru dihapus agar tidak luka. Sambil diberi informasi itu, spot tato mereka dioleskan salep dan ditutup kain kasa.
"Tadi juga dikasih tahu enggak boleh mandi sekitar sehari. Tapi setelah enam atau delapan jam, kain kasa (yang menutupi tato) bisa dilepas," jelas Lutfi.
"Dikasih tahu juga penanganan supaya enggak luka, katanya yang penting jangan kena sabun selama tiga hari," imbuh dia.
Setelah itu, mereka sama-sama diberi salep untuk dibawa pulang.
Kegiatan hapus tato gratis ini digelar oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) DKI Jakarta yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota Jakarta Timur.
Wali Kota Jakarta Timur M Anwar mengatakan, kegiatan tahun ini merupakan yang ketiga kalinya dilakukan.
"Banyak saudara-saudara yang hijrah dan tidak ingin bertato, mungkin (dulu) pergaulannya kurang baik. Kami enggak lihat suku dan agamanya apa. Warga yang ingin menghapus tato kami terima dengan baik," ujar Anwar di lokasi.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua III Bidang Keuangan Baznas Bazis DKI Jakarta Rini Suprihartanti menuturkan, kegiatan dilakukan untuk memfasilitasi masyarakat.
Masyarakat yang kurang mampu atau sekadar ingin menghapus tato, dapat mengikuti kegiatan ini secara gratis.
"Sehingga mereka punya kepercayaan diri dan menjadi terbuka saat ingin beribadah dan juga mendapat akses kalau mau bekerja," jelas Rini.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/04/05/09515351/saat-hapus-tato-jauh-lebih-sakit-dari-menato-lutfi-merasa-terbakar