JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Irjen Teddy Minahasa, Anthony Djono menilai jaksa penuntut umum (JPU) tak mampu membuktikan kasus peredaran narkoba yang menjerat kliennya.
Hal ini disampaikan Anthony usai JPU membacakan replik atau tanggapan atas nota pembelaan (pleidoi) Teddy di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (18/4/2023).
Anthony menyebut jaksa justru tak membeberkan soal adanya kecocokan barang bukti sabu yang diamankan di Jakarta dengan sabu di Bukittinggi, Sumatera Barat.
"Jaksa penuntut umum sampai dengan sekarang masih tidak mampu membuktikan kesamaan (isi) chat dari barang bukti yang disita oleh Polda Metro Jaya dengan barang bukti yang di Bukittinggi," ujar Anthony.
Anthony justru menduga barang bukti tersebut milik eks Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara.
Sebab, kata Anthony, jaksa dalam repliknya tak membahas mengenai kesamaan barang bukti sabu sehingga dia yakin uji laboratorium perbandingan tak pernah dilakukan.
"Kalau terawas (tawas) itu tidak pernah dibuktikan kesamaan, terus artinya memungkinkan juga ini adalah barang milik Dody Prawiranegara," ucapnya.
Apabila barang bukti itu terbukti milik Dody, maka pihaknya mempertanyakan keterlibatan Teddy dalam pusaran peredaran narkotika tersebut.
Oleh karenanya, kubu Teddy menilai hal penting yang harus dibuktikan JPU adalah kepemilikan barang bukti sabu. Anthony juga meyakini, Teddy Minahasa bisa bebas dari dakwaan.
"Jadi kami sangat optimis nanti mudah-mudahan, kalau secara hukum seharusnya Pak Teddy tidak terbukti," papar Anthony.
Sebagai informasi, JPU menuntut Teddy dengan hukuman mati atas perbuatannya dalam kasus peredaran sabu. Dalam persidangan pembacaan tuntutan pada Kamis, 30 Maret 2023 JPU menyebut Teddy terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana.
Mantan Karo Paminal Divisi Propam Polri ini dinilai bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Teddy Minahasa turut serta melakukan secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari lima gram.
"Menjatuhkan terhadap terdakwa Teddy Minahasa Putra bin H Abu Bakar (almarhum) dengan pidana mati dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata jaksa.
Dia juga didakwa menerima uang hasil penjualan sabu senilai 27.300 dolar Singapura atau Rp 300 juta dari Dody Prawiranegara. Menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy terbukti bekerja sama dengan Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.
Awalnya, Dody sempat menolak. Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy.
WeekDody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda. Setelah itu, Linda menyerahkan sabu tersebut kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa.
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/04/19/06120861/jaksa-dinilai-tak-mampu-membuktikan-kasus-narkoba-pengacara-optimistis