Setidaknya tercatat ada 500 ribu antrean presale tiket konser Coldplay pada hari pertama pembukaannya.
Berbagai cara pun dilakukan oleh para penggemar band asal Inggris tersebut demi bisa mendapatkan tiket konser yang begitu mereka inginkan.
Sewa warnet gaming
Perburuan tiket konser band Coldplay membuat warnet gaming Supernova Esport iCafe, Tanjung Duren, Jakarta Barat, diserbu banyak orang.
Charles (39) pengelola warnet itu menyebut, semua komputer telah disewa banyak orang dalam rangka berburu tiket konser.
Sejak pagi, puluhan penggemar sudah datang ke warnet untuk memesan tiket konser.
"Iya akan selalu ramai kalau war (berburu) tiket konser. Antusiasme penggemar lumayan datang ke sini," ujar Charles saat ditemui Kompas.com, Rabu (17/5/2023).
"Kalau hari ini kami sampai full (penuh) ya yang sewa komputer. Kalau hari biasa cuma 40 persennya lah untuk di jam pagi," lanjutnya.
Charles menyebut, kapasitas warnet gaming di tempatnya bekerja ada sebanyak 45 komputer.
Akan tetapi, sejak H-5 orang-orang sudah memesan secara langsung maupun via WhatsApp untuk menyewa komputer di warnetnya.
Charles berujar, puluhan orang harus menelan kekecewaan karena ketika datang ke warnet gaming yang dikelolanya semua komputer sudah disewa.
"Ada banyak tadi yang mau main ke warnet tapi balik lagi. Dia khusus gamers beda tujuan. Ada yang pengen nyari tiket juga tapi enggak bisa nyewa balik lagi," ucap dia.
Sementara itu, Laras (19) memilih mengunjungi sebuah resto cepat saji di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, untuk berburu tiket konser Coldplay.
Hal itu dia lakukan karena jaringan internet di rumahnya relatif lamban.
"Kalau di sini kan areanya enggak terhambat apa-apa. Jadi lebih kencang," jelasnya.
Namun, Laras mengatakan upaya yang dilakukannya itu bukan demi dirinya bisa menonton konser Chris Martin dkk, melainkan membantu teman yang membuka jasa titip tiket.
"Aku enggak nonton. Bantuin teman ngamanin tiketnya aja, CAT 3, CAT 5, dan CAT 6," paparnya.
Experience economy, attention economy, fear of missing out, dan katarsis
Terkait dengan terjadinya perburuan tiket konser band Coldplay, Pengamat Sosial Universitas Indonesia Devie Rahmawati menyebut itu dikarenakan bersatunya berbagai faktor, yakni experience economy, attention economy, fear of missing out (FOMO), dan katarsis untuk melepaskan stres.
"Pertama kita perlu sadar bahwa di era digital ini ada berbagai tipologi karakter sosial masyarakat yang disebut salah satunya adalah experience economy dan attention economy," ungkap Devie ketika dihubungi Kompas.com, Rabu.
"Apa maksudnya? Jadi, generasi digital yang dimulai dengan generasi Y, Z, bahkan yang sekarang Alfa itu adalah generasi yang lebih mengedepankan pengalaman daripada kepemilikan. Karena itu, berbagai pengalaman itu akan dikejar oleh mereka," lanjutnya.
Menurut Devie, experience atau pengalaman menjadi penting karena faktor digital yang merupakan etalase diri seseorang.
Pada era yang disebut attention economy, kata Devie, semua orang berusaha mendapatkan perhatian atau berusaha eksis.
"Kalau dengan kepemilikan, itu tidak akan mampu membuat seseorang menjadi otentik dan mendapatkan perhatian sebagai upaya dia mencapai eksistensi," jelasnya.
"Tapi dengan pengalaman sesuatu yang tidak bisa didapatkan dengan orang lain lalu kemudian dia akan tampilkan, itu menjadi sesuatu, mata uang yang sangat penting di era attention economy ini," sambungnya.
Lebih lanjut, Devie mengatakan bahwa seseorang harus mampu menunjukkan sesuatu yang otentik atau langka untuk mendapatkan perhatian.
"Konser ini menjadi sesuatu experience (pengalaman) yang sangat langka, kapan lagi Coldplay ke sini? Ini didorong dengan virus Fomo (rasa takut merasa tertinggal karena tidak mengikuti aktivitas tertentu) yang memang menjangkiti masyarakat digital," pungkasnya.
(Penulis: Xena Olivia, Zintan Prihatini | Editor: Ihsanuddin).
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/05/18/09231291/ingar-bingar-war-tiket-coldplay-sewa-warnet-gaming-sampai-berburu-di