JAKARTA, KOMPAS.com - Jonathan Latumahina, ayah dari korban penganiayaan yang melibatkan terdakwa Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas (19), bersaksi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (13/6/2023).
Jonathan selaku ayah dari korban berinisial D (17) mengungkapkan sejumlah keanehan dalam penanganan kasus penganiayaan tersebut.
Rangkaian keanehan itu membuat Jonathan sadar bahwa pelaku penganiayaan terhadap anaknya itu bukanlah orang sembarangan.
Berikut sejumlah keanehan yang diungkap Jonathan dalam persidangan pada Selasa kemarin.
Asuransi ditolak rumah sakit
Kejanggalan pertama yang terjadi adalah ditolaknya asuransi kesehatan korban oleh pihak rumah sakit.
Padahal, sepengetahuan Jonathan, asuransi itu seharusnya bisa menanggung seluruh biaya pengobatan D.
Ketika Jonathan menanyakan alasan asuransi D ditolak, pihak rumah sakit menyerahkan sebuah berkas kepadanya.
Di dalam berkas itu tertulis bahwa D adalah pihak yang memulai perkelahian hingga menyebabkan dirinya terluka.
Oleh karena itu, pihak asuransi tidak bisa menanggung biaya pengobatan D.
"Saya tanya, 'Siapa yang menulis?'. Kata pihak RS, 'Bukan dari kita, Pak'. Saya tanya siapa, kemudian dia (petugas RS) menyebut Polsek," ucap Jonathan.
Petugas rumah sakit mengaku tidak mengetahui persis oknum yang menulis kronologi tersebut.
Berdasarkan keterangan yang belakangan dihimpun dari sejumlah saksi, diketahui bahwa Mario adalah pihak yang berinisiatif menganiaya D.
Anak dari mantan pejabat Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Rafael Alun Trisambodo, itu mendengar kabar bahwa D telah bertindak tidak pantas kepada kekasihnya, AG (15).
Mario pun menceritakan hal tersebut kepada temannya, Shane Lukas (19), yang kemudian diduga memprovokasi Mario untuk menganiaya D.
Mario, Shane, dan AG lalu bersekongkol dan mendatangi D ke rumah temannya di Pesanggrahan pada Februari 2023. Di sanalah penganiayaan terhadap D terjadi.
Pergantian pelat nomor itu terjadi usai Mario dan Shane diamankan petugas Polsek Pesanggrahan.
“Saya dapat informasi yang sangat valid dari saudara, (namanya) Rustam Attala. Ini mobil pelaku, difoto, dengan background Polsek Pesanggrahan," ujar Jonathan.
Dalam foto itu, pelat nomor mobil pelaku adalah B 120 DEN. Beberapa waktu kemudian, mobil itu hilang dari area parkir Polsek Pesanggrahan.
Dari salah seorang polisi di sana, diketahui mobil Rubicon itu digunakan untuk menjemput saksi lain terlebih dahulu.
"Saya marah. Apakah polsek ini demikian miskinnya menjemput saksi memakai mobil yang dipakai pelaku?" ungkap Jonathan.
Sekembalinya mobil Rubicon itu ke Polsek Pesanggrahan, rupanya pelat nomornya sudah diubah, bukan lagi B 120 DEN.
Jonathan mengaku lupa berapa persisnya nomor pelat nomor baru itu. Namun, ia ingat betul ujung dari pelat nomor Rubicon itu adalah PBP.
Pelaku main gitar
Keanehan lain yang terjadi adalah saat pelaku dengan santainya bermain gitar di kantor polisi usai ditangkap.
"Ada lagi (keanehan) lain. Ketika pemberkasan dari saksi, para pelaku ini sedang main gitar," ucap Jonathan.
Tak sampai di situ, Jonathan juga menyinggung soal informasi yang ia dapat soal ucapan terdakwa Mario Dandy kepada terdakwa Shane dan AG.
Mario Dandy disebut meremehkan soal pelanggaran hukum yang telah sudah ia lakukan.
"Obrolan ini juga dapat dari saksi lain, 'Tenang saja, kalian enggak akan kena. Ini diurus sama papa. Aku aja paling cuma 2 tahun 8 bulan.' Dari situ, saya beranggapan ini ada yang tidak beres," jelas Jonathan.
Jonathan mengaku cukup emosional mendengar hal tersebut.
Ia berjanji akan terus berjuang hingga keadilan untuk anaknya yang sempat koma berbulan-bulan di rumah sakit bisa tercapai.
"Dari rangkaian (peristiwa) tadi, saya cuma ingin bilang, sampai mana pun ini akan saya lawan," ujar Jonathan.
(Penulis : Joy Andre/ Editor : Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Jessi Carina, Nursita Sari)
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/06/14/06410971/saat-ayah-d-sadar-mario-dandy-bukan-orang-sembarangan-sampai-ke-mana-pun