JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi diminta juga memperhatikan rehabilitasi trauma korban dalam menangani kasus pemerkosaan bocah perempuan, NHR (9), di Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi menerangkan, pemulihan trauma korban bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan.
"Bukan hanya dimensi penegakan hukum yang harus diperhatikan dalam konteks kekerasan seksual," tutur dia ketika dikonfirmasi, Jumat (16/6/2023).
Menurut dia, rehabilitasi korban kekerasan seksual harus diperhatikan karena mereka dapat dipastikan mengalami trauma.
Lebih lanjut, pihak-pihak yang berkaitan juga belum tahu apakah ada penyakit dari peristiwa itu, jika dilihat dari segi medis.
"Artinya, sekalipun proses hukum (berjalan) cepat, tetapi luka yang ditimbulkan dari peristiwa itu melekat seumur hidup bagi korbannya," jelas Edwin.
"Di situ kepekaan aparat penegak hukum menjadi penting. Bukan hanya untuk menindaklanjuti pelaku, tetapi bagaimana memastikan atau memfasilitasi rehabilitasi untuk korbannya," imbuh dia.
Kurang sensibilitas
Kasus pemerkosaan NHR oleh masih belum tuntas meski sudah dilaporkan pada 6 Maret 2023.
Edwin mengatakan, hal itu menunjukkan sensibilitas penyidik terhadap perkara tersebut rendah.
Rendahnya sensibilitas penyidik disebut bertentangan dengan kepedulian negara terhadap kasus kekerasan seksual yang masih marak terjadi.
"Saya rasa kalau Polres tidak sanggup menangani itu (kasus pemerkosaan), diambil alih saja oleh Polda Metro Jaya," tegas dia.
Padahal, kasus kekerasan seksual yang dialami NHR dianggap lebih "terang benderang" dibandingkan yang dialami korban lainnya.
Pasalnya, terduga pelaku berinisial S alias UH (65) sudah mengaku saat dipertemukan dengan keluarga NHR di rumah Ketua RT pada 6 Maret.
"Yang seharusnya sudah bisa diambil tindakan kalau dilaporkan dari bulan Maret, seharusnya di bulan Juni ini sudah masuk pengadilan," ucap Edwin.
"Kami berharap kepolisian segera melakukan penindakan terhadap pelaku," sambung dia.
Sebelumnya, UH diduga memerkosa NHR sebanyak lima kali sepanjang 2021-2022.
F (32), ibu korban, mengungkapkan bahwa NHR diperkosa di dua tempat yang berbeda, yakni di rumah dan gudang milik UH.
Pemerkosaan pertama terjadi di rumah UH. Seterusnya, dilakukan di gudang UH.
Semua ini terungkap pada 6 Maret ketika NHR bercerita kepada temannya, DH (12).
"Dia cerita, 'aku pernah ditindihin sama kakek-kakek itu sampai dimasukin punyaku'. DH langsung cerita ke ponakan saya, AP (15)," ujar F di Pinang Ranti, Makasar, Jakarta Timur, Rabu (14/6/2023).
Modusnya, korban diiming-imingi uang jajan sebesar Rp 2.000-Rp 5.000.
Namun, korban harus mau diajak masuk ke dalam rumah dan gudang UH agar mendapat uang itu.
Sejak laporan dibuat, F, korban, dan beberapa saksi sudah dipanggil beberapa kali untuk pemeriksaan.
Sementara itu, UH hanya dipanggil satu kali pada April. Namun, hingga kini, F belum mendengar kabar terbaru soal keberlangsungan laporannya.
"Pelaku juga sempat masih nyantai-nyantai aja di rumah (sejak dilaporkan). Cuma sekarang ini, dengar-dengar katanya sudah pindah sekeluarga. Enggak ada yang tahu ke daerah mana," kata F.
"Yang saya bingung, pelaku enggak langsung ditahan pas jujur di pak RT. Pas lapor ke polisi kenapa enggak langsung ditangkap, kan udah ada korban dan saksi. Saksi yang dengar keterangan UH pas di rumah RT juga banyak," ucap dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/06/16/16040651/dorong-pemulihan-trauma-bocah-yang-diperkosa-di-cipayung-lpsk-lukanya