Salin Artikel

Pelantikan Ketua KPK Sementara Dinilai Cacat Hukum

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Prof. Romli Atmasasmita menilai, pelantikan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara oleh Presiden Joko Widodo cacat hukum.

“Mekanisme pergantian Ketua KPK oleh Presiden keliru. Presiden menggunakan Undang-Undang yang sudah dicabut sebagai dasar penunjukan Nawawi,” kata dia dalam Focus Group Discussion Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) menyoal Pergantian Pimpinan KPK di Jakarta, Selasa (5/12/2023).

Oleh karena itu, Romli mengimbau kepada Nawawi dan tiga pimpinan KPK lainnya untuk berinisiatif bertemu Jokowi. Sebab, keputusan apapun yang dibuat KPK saat ini dinilai tak memiliki kekuatan hukum.

“Kalau tidak ada koreksi dari Presiden, maka pekerjaan keempat pimpinan KPK itu batal demi hukum atau cacat. Artinya apa, karena KPK itu mengakui lima pimpinan untuk memutuskan sesuatu. Jadi pimpinan KPK yang sekarang harus tahu diri lah, jangan perlu dikasih tahu,” tutur Romli.

Menurut Romli, bila permasalahan ini tak kunjung diselesaikan, maka penetapan tersangka yang dilakukan KPK di kemudian hari tidak sah.

Sebab, para tersangka bisa memenangi gugatan praperadilan dengan mudah karena pimpinan KPK disebut tak memiliki kewenangan.

“Ya jelas (tersangka bisa memenangi praperadilan), karena pimpinan sekarang tak punya kewenangan. Dalam praperadilan itu kan soal kewenangan, bukan barang bukti. Jadi implikasinya luas. Artinya sekarang pemberantasan korupsi sekarang mandek,” ungkap dia.

Untuk diketahui, Nawawi Pomolango menjabat sebagai Ketua Sementara KPK menggantikan Firli Bahuri yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan.

Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/P/Tahun 2023 tentang Pemberhentian Sementara Ketua Merangkap Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2024 Dan Pengangkatan Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2024.

Keppres Nomor 116/P/Tahun 2023 mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Padahal, sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka aturan hukum ini yang berlaku.

Maka, seharusnya penggantian Ketua KPK mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

Pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 mengatur soal penunjukan dan penggantian pimpinan KPK yang diberhentikan karena menjadi tersangka tindak pidana kejahatan.

Namun, kata Romli, upaya penggantian Ketua KPK saat ini cacat hukum karena menggunakan Perppu Nomor 1 Tahun 2015.

"Presiden menggunakan Undang-Undang yang sudah dicabut sebagai dasar penunjukan Nawawi," imbuh dia.

Adapun dalam aturan Pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 disebutkan, ketika terjadi kekosongan pimpinan KPK, Presiden Republik Indonesia harus mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/12/05/21071071/pelantikan-ketua-kpk-sementara-dinilai-cacat-hukum

Terkini Lainnya

Pemkot Jakbar Imbau Warga dengan Ekonomi Mampu Tak Beli Elpiji 3 Kg

Pemkot Jakbar Imbau Warga dengan Ekonomi Mampu Tak Beli Elpiji 3 Kg

Megapolitan
Jasad Wanita di Selokan Jalan Juanda Bekasi, Korban Telah Hilang Selama 4 Hari

Jasad Wanita di Selokan Jalan Juanda Bekasi, Korban Telah Hilang Selama 4 Hari

Megapolitan
Jasad Perempuan Ditemukan di Selokan Bekasi, Polisi: Sempat Terlihat Sempoyongan

Jasad Perempuan Ditemukan di Selokan Bekasi, Polisi: Sempat Terlihat Sempoyongan

Megapolitan
Rubicon Mario Dandy Belum Juga Laku di Lelang meski Harganya Telah Dikorting

Rubicon Mario Dandy Belum Juga Laku di Lelang meski Harganya Telah Dikorting

Megapolitan
Remaja Perempuan Direkam Ibu Saat Bersetubuh dengan Pacar, KPAI Pastikan Korban Diberi Perlindungan

Remaja Perempuan Direkam Ibu Saat Bersetubuh dengan Pacar, KPAI Pastikan Korban Diberi Perlindungan

Megapolitan
Eks Warga Kampung Bayam Sepakat Pindah ke Hunian Sementara di Ancol

Eks Warga Kampung Bayam Sepakat Pindah ke Hunian Sementara di Ancol

Megapolitan
Kronologi Komplotan Remaja Salah Bacok Korban saat Hendak Tawuran di Cimanggis Depok

Kronologi Komplotan Remaja Salah Bacok Korban saat Hendak Tawuran di Cimanggis Depok

Megapolitan
Sampah Menggunung di TPS Kembangan, Ketua RT Sebut Kekurangan Petugas untuk Memilah

Sampah Menggunung di TPS Kembangan, Ketua RT Sebut Kekurangan Petugas untuk Memilah

Megapolitan
Ditetapkan sebagai Tersangka, Ini Peran 5 Pelaku Begal Casis Bintara Polri di Jakbar

Ditetapkan sebagai Tersangka, Ini Peran 5 Pelaku Begal Casis Bintara Polri di Jakbar

Megapolitan
Iseng Masukan Cincin ke Kelamin hingga Tersangkut, Pria di Bekasi Minta Bantuan Damkar Buat Melepas

Iseng Masukan Cincin ke Kelamin hingga Tersangkut, Pria di Bekasi Minta Bantuan Damkar Buat Melepas

Megapolitan
Sopir Truk Sampah di Kota Bogor Mogok Kerja, Puluhan Kendaraan Diparkir di Dinas Lingkungan Hidup

Sopir Truk Sampah di Kota Bogor Mogok Kerja, Puluhan Kendaraan Diparkir di Dinas Lingkungan Hidup

Megapolitan
Terobos Jalur Transjakarta, Zoe Levana: Saya Salah dan Tidak Akan Mengulangi Lagi

Terobos Jalur Transjakarta, Zoe Levana: Saya Salah dan Tidak Akan Mengulangi Lagi

Megapolitan
Pembegal Casis Bintara Polri Jual Motor Korban Rp 3,3 Juta

Pembegal Casis Bintara Polri Jual Motor Korban Rp 3,3 Juta

Megapolitan
Zoe Levana Mengaku Tak Sengaja Terobos Jalur Transjakarta, Berujung Terjebak 4 Jam

Zoe Levana Mengaku Tak Sengaja Terobos Jalur Transjakarta, Berujung Terjebak 4 Jam

Megapolitan
Ini Tampang Madun, Conde, Buluk, dan Kerdil, Komplotan Begal yang Bacok Casis Bintara di Jakbar

Ini Tampang Madun, Conde, Buluk, dan Kerdil, Komplotan Begal yang Bacok Casis Bintara di Jakbar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke