JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang istri aparatur sipil negara (ASN) dari Badan Narkotika Nasional, YA (29), sudah bertahun-tahun menahan sakitnya siksaan dari sang suami, AF (42).
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) itu akhirnya mencuat ke publik usai video yang memperlihatkan kekerasan AF terhadap YA di Jatiasih, Kota Bekasi, viral di media sosial.
Rupanya, YA pernah melaporkan AF atas kasus KDRT ke Mapolres Metro Bekasi Kota pada Agustus 2021. Namun, kasusnya terhenti karena YA memilih rujuk dengan AF.
Kenyataannya, KDRT itu tetap terjadi sepanjang dari pelepasan laporan sampai lebih kurang tiga tahun hingga 2023.
"Awal laporan itu sebenarnya Agustus 2021. Kemudian saya sempat hold, di mana saya rujuk lagi dengan suami. Ternyata setelah di-hold, dia melakukan KDRT berulang," ujar YA, Selasa (2/1/2024).
KDRT di depan anak
YA mengatakan, suaminya melakukan KDRT di depan ketiga anak mereka yang masih berusia 8, 7, dan 3 tahun.
"KDRT itu dilakukan setiap tahun, di tahun 2022 dan tahun 2023. Yang parahnya suami berani melakukan KDRT di depan tiga anak saya," ujar YA.
YA menuturkan, dia didorong ke arah meja makan. AF juga tak segan mengambil pisau saat melakukan KDRT itu.
"Bahkan (KDRT) dengan senjata tajam, di situ ada tiga anak saya, saya sangat trauma dan sekarang anak saya (justru) sama suami," kata dia.
Laporan dilanjutkan
Kasat Reskrim Kepolisian Resor (Polres) Metro Bekasi Ajun Komisaris Besar (AKBP) Muhamad Firdaus membenarkan adanya laporan KDRT AF pada 2021.
Menurut Firdaus, saat itu korban meminta laporannya ditunda dua bulan kemudian. Saat itu YA mengatakan telah berdamai dengan suaminya dan berusaha memperbaiki rumah tangga.
Berjalannya waktu, pada April 2023, YA kembali meminta kepolisian untuk melanjutkan laporannya tersebut.
Pada Mei 2023, polisi memeriksa sejumlah saksi termasuk dokter forensik. Namun, karena tertunda cuti Natal dan tahun baru, pemeriksaan baru dilakukan pada Selasa (2/1/2024).
"Kemarin setelah selesai pemeriksaan dokter forensik kami lakukan gelar perkara dan Menetapkan AF sebagai tersangka kasus KDRT yang dilaporkan oleh korban," ujar Firdaus.
Perdamaian tak hentikan siklus KDRT
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Siti Aminah Tardi sebelumnya pernah berujar, pencabutan laporan memang sering dilakukan korban KDRT.
Pencabutan laporan menjadi salah satu hambatan terbesar dalam penerapan Undang-undang Penghapusan KDRT (PKDRT) adalah korban mencabut laporannya.
"Hal ini, sering disebabkan posisi subordinat perempuan, permintaan keluarga, ketergantungan emosi dan finansial, kekhawatiran terhadap relasi perkawinan, sampai pada disalahkan," ujar Siti kepada Kompas.com, Jumat (14/10/2022).
Menurut Siti, permintaan maaf dan pencabutan laporan itu sebetulnya bagian dari siklus KDRT. Hal itu terjadi biasanya saat KDRT tengah berada dalam fase "bulan madu".
Kendati demikian, Siti menilai siklus ini akan terus berputar dengan intensitas yang semakin cepat dan bentuk kekerasan yang bisa semakin memburuk.
"Siklus ini dapat dihentikan jika pasangan mengakui dan mengenali siklus ini dan mencari bantuan psikolog untuk membantu memahami akar persoalan dan memutus siklusnya," tutur Siti.
Siklus KDRT
Menurut Siti, pada tahap penyesalan atau bulan madu (reconciliation/honeymoon phase), biasanya pelaku dihantui rasa bersalah dan penyesalan setelah melakukan kekerasan.
Akan tetapi, Siti mengingatkan penyesalan mungkin saja bersifat manipulatif. Yaitu, ia menyesal bukan atas kesadaran, tapi karena takut mengalami konsekuensi yang lebih berat seperti perceraian atau dilaporkan.
"Pada tahap inilah hati pasangan akan luluh, merasa kasihan, dan memaafkannya kembali. Tentu dengan harapan bahwa si pelaku benar-benar bertobat dan tidak melakukan kekerasan lagi," kata Siti.
Pada tahap stabil (calm phase), biasanya akan situasi ini menunjukkan relasi kembali diliputi situasi yang relatif stabil. Pertengkaran apalagi kekerasan telah mereda.
Kedua pihak bisa jadi telah mengalami kelelahan fisik dan emosi sehingga tidak ada lagi tenaga untuk bertengkar. Namun, tidak berarti bahwa mereka telah berhasil menyelesaikan akar masalahnya.
"Suatu waktu situasi ini akan kembali terkoyak bila permasalahan muncul dan tenaga kemarahan telah terkumpul. Artinya, suatu ketika kedua pihak akan kembali memasuki tahap pertamanya. Demikian selanjutnya," kata Siti.
Adapun AF kini telah ditetapkan menjadi tersangka KDRT terhadap YA. Ia terancam hukuman lima tahun penjara.
AF disangkakan Pasal 44 Ayat (1) Subsider Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Meski sudah menjadi tersangka, AF belum ditahan karena bersikap koorperatif. Polisi bakal melayangkan surat panggilan untuk AF.
YA dan AF tinggal di Jalan Raya Wibawa Mukti 2, Kelurahan Jatiasih, Kota Bekasi. Keduanya membangun biduk rumah tangga sejak 2015 dan dikaruniai tiga anak.
Sebelumnya, YA telah melaporkan AF ke Polres Metro Bekasi Kota pada Agustus 2021 atas kasus dugaan KDRT. Namun, laporan KDRT itu terhenti karena YA berdamai dengan AF.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/01/04/06311361/asn-bnn-aniaya-istri-berkali-kali-meski-selalu-dimaafkan-bukti-perdamaian