Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gangguan PAM sampai Air Galon, Cobaan di Hari Raya

Kompas.com - 06/08/2013, 08:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bagi warga Jakarta, masa Lebaran memang tidak melulu menyenangkan. Jalanan jadi sepi sehingga semua lalu lintas lancar dan polusi berkurang jadi bonus tahunan. Akan tetapi, "bonus" itu biasanya bertambah dengan menghilangnya persediaan air galon, terutama merek terkenal, dari pasaran.

Senin kemarin di kawasan Pesanggrahan orang sudah mulai susah mencari air galon. "Tidak ada stok, itu galon kosong semua. Katanya, bisa satu-dua hari ini baru ada kiriman lagi," kata Nur sembari menunjuk tumpukan galon di samping tokonya di Petukangan Selatan, Pesanggrahan.

Nur meyakini, air galon akan semakin langka pasca-Lebaran. Biasanya nanti ada kenaikan harga dulu, baru lancar lagi pasokannya.

Kini, "bonus" Lebaran makin lengkap dengan terganggunya aliran air PAM.

Padahal, terbakarnya salah satu pompa di Jakarta Timur beberapa waktu lalu sebenarnya tidak begitu memengaruhi kualitas dan kuantitas layanan air bersih di Jakarta Selatan. Namun, sesuai kebijakan Palyja sebagai operator, sejak Senin kemarin, sebagian jatah aliran air bersih di Jakarta Selatan untuk sementara dialihkan ke wilayah Jakarta Utara. Akibatnya, debit aliran air di Jakarta Selatan kini berkurang meskipun dijamin tidak terlalu signifikan.

Faktanya, bahkan di Jakarta Selatan yang jaringan layanan air bersihnya jauh lebih baik daripada wilayah lain di Ibu Kota, debit aliran airnya pun sejak lama tidak maksimal. "Tetap saja kadang kalau siang tidak mengalir atau kalaupun ada kecil sekali. Itu sudah biasa," kata Rusmini.

Karena tidak terlalu bisa mengandalkan aliran air bersih dari PAM Jaya, banyak warga di Jakarta Selatan yang memilih tetap memiliki sumur. Di beberapa area kos-kosan mewah di Setiabudi, jet pump menjadi andalan.

"Ada juga yang pakai sumur air dalam," kata Fredi, pengelola kos-kosan.

Harga melambung

Di sejumlah lokasi yang terkena dampak pengurangan air baku di Jakarta Utara, harga air bersih eceran melambung selama tiga hari ini. Harga satu pikul air yang terdiri atas dua jeriken 20 liter naik dari Rp 3.000 menjadi Rp 10.000.

"Kemarin masih Rp 7.000 sepikul, hari ini sudah Rp 10.000. Tak banyak tukang air keliling yang berjualan karena sebagian sudah mudik ke kampung," kata Yati (45), warga Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin siang.

Pedagang eceran pun memburu air ke daerah yang masih teraliri. Ismail (38), pengecer air di Muara Baru, misalnya, terpaksa mendorong gerobaknya lebih dari 2 kilometer untuk mengisi jeriken yang telah kosong.

Tak semua konsumen Ismail terpenuhi permintaannya. Sejumlah warga memakai air gunung untuk mandi, cuci, dan kakus. Mereka membelinya meski dalam situasi normal harganya lebih tinggi dibandingkan air kemasan jeriken. Harga satu galon berisi 19 liter air gunung Rp 5.000, lebih tinggi dibandingkan harga air PAM kemasan jeriken 20 liter yang dijual pengecer Rp 1.500.

Masyali (42), pemilik kios isi ulang air di Muara Baru, menambahkan, permintaan air galon melonjak sejak pasokan PAM terhenti Sabtu pekan lalu. Dia, yang biasa menjual 60-80 galon per hari, kini rata-rata menjual 150 galon per hari.

"Pembeli galon kebanyakan adalah pelanggan PAM. Pasokan PAM terhenti. Mereka juga kesulitan memperoleh air eceran dari pedagang keliling. Akhirnya terpaksa pakai air galon," kata Masyali.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com