JAKARTA, KOMPAS.com — Transaksi perdagangan video porno anak secara "online" yang dijalankan Deden Martakusuma (28) diperkirakan mencapai Rp 100 juta per tahun. Deden menggunakan tiga rekening untuk melakukan transaksi tersebut.
"Omzetnya selama satu tahun pada 2013 keluar masuk uangnya Rp 100 juta rupiah dari satu bank, saat ini ada tiga bank," kata Kasubdit V Cyber Crime Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Kombes Pol Rahmad Wibowo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2014).
Meskipun hanya sekitar Rp 100 juta, tetapi dalam beberapa hari dia pasti melakukan penarikan uang sekitar Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu dalam satu rekeningnya.
"Sehingga bisa dibayangkan bila paket yang Rp 30 ribu saja sudah berapa orang setiap harinya," ucap Rahmad.
Uang hasil bisnis haram tersebut digunakan Deden untuk membiayai kehidupan keluarganya sehari-hari. Ia selama ini tidak memiliki pekerjaan selain menjual video porno secara online.
"Istrinya pun tahu pekerjaannya," ucapnya.
Deden Martakusumah (28) ditangkap tim Bareskrim Polri di sebuah rumah kos-kosan yang terletak di Jalan H Akbar Nomor 46 Kelurahan Pasir Kaliki, Kecamatan Cicendo, Bandung, Jawa Barat sekitar sekitar pukul 03.00 WIB, Senin (24/2/2014).
Penangkapan tersebut terkait dengan bisnis online pornografi anak yang sudah dilakoninya sejak tahun 2012. Dalam menjalankan bisnis haramnya tersebut, Deden mengelola tiga buah situs web porno yang berisi lebih kurang 14 ribu file video porno.
Cara yang dilakukan Deden menjajakan video porno di dunia maya adalah dengan mendapatkan video porno dari internet, kemudian mengunggah ke situs web yang dikelolanya.
Dalam situs web yang dikelolanya, pelaku mencantumkan cara mendaftar sebagai anggota.
Dalam kasus tersebut, polisi menyita 2 buah ponsel, satu buah laptop, satu buah modem, tiga buah kartu ATM (BCA, BRI, dan MANDIRI), dan 3 buah buku tabungan (BCA, BRI, dan MANDIRI).
Terhadap Deden kepolisian menjeratnya dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan sanksi hukuman paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp 6 miliar, Pasal 27 Ayat (1) jo Pasal 52 Undang-Undang ITE dengan sanksi hukuman maksimal 8 tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Selain kedua pasal tersebut, hukuman juga ditambah 1/3 dari maksimum ancaman pidana, karena pelaku melibatkan anak-anak dalam kegiatan dan atau menjadikan anak sebagai obyek.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.