Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Basuki: Ada Sabotase, Bantuan dari Luar Pemprov Sulit Masuk

Kompas.com - 13/03/2014, 10:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menduga ada pihak yang melakukan sabotase proses pemberian bantuan. Padahal, bantuan dari pihak luar tersebut dibutuhkan untuk mendukung program pembangunan Ibu Kota.

Bantuan dari luar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sulit masuk. Selain melalui prosedur panjang, proses pemberian bantuan dibebani sejumlah pungutan yang seharusnya tidak diperlukan. Hal ini terjadi pada kasus pemberian bus transjakarta dan penataan taman.

”Sudah jelas kelihatan, surat penerimaan bantuan saja ada dua versi. Dari mana ini bisa terjadi. Sepertinya ada skenario ingin menggagalkan orang memberi bantuan. Lalu menggiring agar ada proyek dengan dana pemerintah,” kata Basuki, Rabu (12/3/2014), di Jakarta.

Dua versi surat penerimaan bantuan yang dimaksud ada di tangan Kepala Dinas Pelayanan Pajak Iwan Setiawandi dan Antonius Weno dari PT Rodamas. Kedua surat itu ditandatangani oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah DKI Jakarta.

Bedanya, surat yang dipegang Iwan tidak menyebut ada kewajiban membayar pajak reklame kepada pemberi bantuan. Sementara dokumen yang dipegang Weno menyebut pemberi bantuan harus menanggung beban pajak reklame.

Nilai pajak reklame tersebut Rp 30 juta per unit bus per tahun. Nilai ini jauh di bawah nilai bus yang disumbangkan ke DKI, yakni Rp 1,4 miliar per unit bus. Bukan hanya itu, pemberi bantuan juga harus menanggung biaya konsultan yang bekerja menaksir nilai bus bantuan.

Basuki kecewa, para pejabat terkait saling melempar tanggung jawab. Menurut dia, belum ada pihak yang bersedia bertanggung jawab terkait dua model surat itu. Ia menduga, semua ini didesain agar oknum pemerintah dapat memainkan proyek.

”Jika bantuan dari luar bisa ditolak, proyek pengadaan bus bisa dilakukan,” kata Basuki.

Kekecewaan Basuki semakin berlipat karena harus memakan jalur birokrasi yang berbelit. Pemberi bantuan itu juga harus bolak-balik mengurus dokumen pemberian bantuan.

”Setelah saya marah-marah di depan forum terbuka, semua pihak baru ingin mempercepat proses penerimaan bantuan,” kata Basuki.

Kemarahan Basuki memuncak saat dia menghadiri pertemuan antara perwakilan perusahaan pemberi bantuan bus dan sejumlah pejabat DKI Jakarta, Selasa (11/3). Setelah menggebrak meja rapat beberapa kali, Basuki keluar ruang pertemuan sebelum acara selesai.

Bukan sekali

Kasus penerimaan bantuan seperti ini, kata Basuki, bukan hanya sekali terjadi. Sebelumnya, beberapa kali pihak swasta ingin memberikan bantuan penataan taman kota, tetapi ditolak dinas pertamanan. Basuki tidak mengerti mengapa hal ini bisa terjadi.

”Sepertinya memang harus dirombak birokrasi di Jakarta sebab terlalu banyak permainan kotor,” kata Basuki.

Terkait dua versi surat penerimaan bantuan bus, Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan mengatakan menerima surat dalam bentuk draf. Sementara rancangan surat dibuat Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta.

”Saya tidak tahu bahwa ada surat yang berbeda. Setahu saya, semua surat terkait pemberian bantuan bus datang dari BPKD. Bukan hanya saya, para pihak terkait juga mendapat rancangan surat yang sama,” kata Iwan.

Sementara itu, Kepala BPKD DKI Jakarta Endang Widjajanti membenarkan surat itu datang dari lembaga yang dipimpinnya. Namun, tidak ada maksud untuk sabotase terkait perbedaan dua surat yang beredar. Endang menjelaskan perbedaan surat itu karena ada perubahan saat proses administrasi.

Surat yang dipegang Iwan merupakan surat yang mengalami perubahan. Sementara surat yang dipegang Weno adalah surat awal yang belum mengalami perubahan. ”Saat proses perubahan, kami kesulitan menghubungi Pak Weno. Kemudian, beliau muncul saat pembahasan terakhir,” kata Endang.

Endang juga menepis ada niat sabotase penerimaan bantuan. Bantuan bus itu, kata Endang, memang atas inisiatif Weno selaku koordinator tiga perusahaan penyumbang 30 bus transjakarta. Namun, karena komunikasi antara tim BPKD dan Weno terkendala, perubahan surat itu belum sepenuhnya sampai ke tangan Weno.

Anggota DPRD DKI Jakarta, M Sanusi, mengatakan, proses panjang penerimaan bantuan memang tidak masuk akal. Dari Agustus 2013 hingga Maret 2014 bukan waktu pendek untuk mengurus prosedur penerimaan bantuan. Dia melihat adanya kerja sama yang kurang harmonis di internal Pemprov DKI Jakarta.

”Seharusnya bisa diselesaikan cepat sebab menyangkut prosedur administratif. Lalu berani mengambil keputusan dan mengomunikasikan ke pimpinan,” kata Sanusi.

Menurut dia, bantuan pihak swasta ke pemerintah merupakan hal yang tidak mudah didapat. Maka, ketika ada pihak yang menawarkan bantuan sebaiknya proses dipercepat. (NDY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dishub DKI Tindak 216 Jukir Liar di Jakarta Selama Sepekan

Dishub DKI Tindak 216 Jukir Liar di Jakarta Selama Sepekan

Megapolitan
Diperiksa Polisi, Zoe Levana Cerita Kronologi Terjebak di Jalur Transjakarta Selama 4 Jam

Diperiksa Polisi, Zoe Levana Cerita Kronologi Terjebak di Jalur Transjakarta Selama 4 Jam

Megapolitan
Tumpukan Sampah Menggunung di Kembangan, Warga Keluhkan Bau Menyengat

Tumpukan Sampah Menggunung di Kembangan, Warga Keluhkan Bau Menyengat

Megapolitan
Polisi Tilang Zoe Levana Usai Terobos Jalur Transjakarta

Polisi Tilang Zoe Levana Usai Terobos Jalur Transjakarta

Megapolitan
PPDB SMP Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur, dan Jadwalnya

PPDB SMP Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur, dan Jadwalnya

Megapolitan
Gudang Ekspedisi di Bogor Disebut Mirip Kelab Malam, Setel Musik Kencang hingga Diprotes Warga

Gudang Ekspedisi di Bogor Disebut Mirip Kelab Malam, Setel Musik Kencang hingga Diprotes Warga

Megapolitan
PPDB 'Online', Disdik DKI Jamin Tak Ada Celah bagi Oknum Jual Beli Kursi Sekolah

PPDB "Online", Disdik DKI Jamin Tak Ada Celah bagi Oknum Jual Beli Kursi Sekolah

Megapolitan
Selebgram Zoe Levana Bantah Tudingan Terjebak di Jalur Transjakarta Cuma 'Settingan'

Selebgram Zoe Levana Bantah Tudingan Terjebak di Jalur Transjakarta Cuma "Settingan"

Megapolitan
Kasus DBD di Tangerang Selatan Meningkat, Paling Banyak di Pamulang

Kasus DBD di Tangerang Selatan Meningkat, Paling Banyak di Pamulang

Megapolitan
'Flashback' Awal Kasus Pembunuhan Noven di Bogor, Korban Ditusuk Pria yang Diduga karena Dendam

"Flashback" Awal Kasus Pembunuhan Noven di Bogor, Korban Ditusuk Pria yang Diduga karena Dendam

Megapolitan
Ketua Kelompok Tani KSB Dibebaskan Polisi Usai Warga Tinggalkan Rusun

Ketua Kelompok Tani KSB Dibebaskan Polisi Usai Warga Tinggalkan Rusun

Megapolitan
Polda Metro: Dua Oknum Polisi yang Tipu Petani di Subang Sudah Dipecat

Polda Metro: Dua Oknum Polisi yang Tipu Petani di Subang Sudah Dipecat

Megapolitan
Pasar Jambu Dua Bogor Akan Beroperasi Kembali Akhir Juli 2024

Pasar Jambu Dua Bogor Akan Beroperasi Kembali Akhir Juli 2024

Megapolitan
PPDB SD Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur dan Jadwalnya

PPDB SD Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur dan Jadwalnya

Megapolitan
Larang Bisnis 'Numpang' KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Larang Bisnis "Numpang" KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com