Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lembaga Itu Mengusik Pejabat

Kompas.com - 05/05/2014, 21:16 WIB

Pembentukan ULP sendiri berdasarkan amanat Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Mengacu pada aturan itu, tahun 2014 ini merupakan tahun terakhir batas pembentukan ULP. DKI terbilang terlambat dibandingkan daerah lain di Indonesia, seperti Jawa Barat dan sejumlah kabupaten/kota di Jawa Timur.

Mengubah pola lelang

Mengapa baru tahun ini DKI memiliki ULP? Menurut Sony, karena memang lembaga ini tidak diinginkan kelahirannya. Kehadiran ULP mengubah pola pelelangan yang sebelumnya berjalan di masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

Kini, tidak bisa lagi sendiri-sendiri. Model pelelangan pun sudah lain, yakni dengan menggunakan sistem belanja elektronik yang lebih detail.

Saat berkunjung ke Redaksi Kompas, pekan lalu, Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama menegaskan hal itu sebagai pola baru yang memutus pola-pola manual. Pola itu tersistem dengan nama e-budgeting.

Dengan pola yang menuntut transparansi, perhitungan detail, serta argumentasi yang kuat, kuasa pengguna anggaran tidak bisa lagi menggunakan anggaran gelondongan tanpa rincian.

Mereka harus mencantumkan harga satuan, harga penawaran sementara, dan alasan mengapa mengadakan belanja itu. Hal ini dikeluhkan sejumlah pejabat mulai di tingkat kelurahan hingga pejabat eselon II.

”Jika dulu banyak pintu (lelang), sekarang cuma satu. Wajar saja pelelangan menjadi lambat,” kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Rudy Manggas Siahaan.

Barang baru

Di mata pejabat DKI, ULP memang barang baru karena baru disosialisasikan pada 13 Maret 2014. Sebagian dari kuasa pengguna anggaran tidak tahu di mana kantornya. ”Mengapa baru disosialisasikan sekarang, Januari sampai Februari pada ke mana saja mereka (pejabat berwenang)? Kalau begini caranya, kami jadi kelabakan menyusun perencanaan program dengan model baru,” tutur Mulyadi, Lurah Tugu Utara, Jakarta Utara.

Begitulah, lembaga baru yang bernama ULP itu menuai beragam ekspresi di kalangan pejabat yang belum terbiasa dengan paradigma keterbukaan anggaran. Ada yang kaget, ada yang gusar, bahkan bisa jadi ada pula yang nyinyir, sinis, dan pesimistis.

Pada gilirannya, penganggaran dalam tubuh Pemprov DKI Jakarta tersandera oleh iklim yang berubah ekstrem. Sejumlah program fisik yang dinanti-nanti kelanjutannya oleh masyarakat berisiko tersendat. Sebut, misalnya, pengerukan kali dan hal-hal yang berkait dengan penanganan banjir serta penanganan kebersihan. Diharapkan sikap bijak semua pemangku kewenangan atas situasi ini. (Andy Riza Hidayat)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cuma di Medsos, DJ East Blake Juga Sebar Video Mesum Mantan Kekasih ke Teman dan Keluarganya

Tak Cuma di Medsos, DJ East Blake Juga Sebar Video Mesum Mantan Kekasih ke Teman dan Keluarganya

Megapolitan
Heru Budi Usul Bangun 'Jogging Track' di RTH Tubagus Angke yang Diduga Jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Usul Bangun "Jogging Track" di RTH Tubagus Angke yang Diduga Jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Ketika Ketua RW di Kalideres Dituduh Gelapkan Dana Kebersihan lalu Dinonaktifkan Pihak Kelurahan...

Ketika Ketua RW di Kalideres Dituduh Gelapkan Dana Kebersihan lalu Dinonaktifkan Pihak Kelurahan...

Megapolitan
6 Anggota Polres Metro Jaksel Dipecat, Sebagian karena Jadi Pengedar dan Pengguna Narkoba

6 Anggota Polres Metro Jaksel Dipecat, Sebagian karena Jadi Pengedar dan Pengguna Narkoba

Megapolitan
Dua Maling Gasar Motor di Tanjung Priok, Polisi Bergerak meski Korban Enggan Lapor

Dua Maling Gasar Motor di Tanjung Priok, Polisi Bergerak meski Korban Enggan Lapor

Megapolitan
Hal-hal yang Belum Terungkap di Kasus Brigadir RAT: Motif hingga Sosok Pengusaha yang Dikawal

Hal-hal yang Belum Terungkap di Kasus Brigadir RAT: Motif hingga Sosok Pengusaha yang Dikawal

Megapolitan
Rute Transjakarta 8N Kebayoran - Petamburan via Asia Afrika

Rute Transjakarta 8N Kebayoran - Petamburan via Asia Afrika

Megapolitan
Ahok Beberkan Solusi Penanganan Macet Jakarta, Berharap Direalisasikan Gubernur DKI

Ahok Beberkan Solusi Penanganan Macet Jakarta, Berharap Direalisasikan Gubernur DKI

Megapolitan
DJ East Blake Terancam 12 Tahun Penjara akibat Sebar Foto dan Video Mesum Mantan Kekasih

DJ East Blake Terancam 12 Tahun Penjara akibat Sebar Foto dan Video Mesum Mantan Kekasih

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Pertimbangkan Usul DPRD DKI soal Sekolah Gratis Negeri dan Swasta

Pemprov DKI Jakarta Pertimbangkan Usul DPRD DKI soal Sekolah Gratis Negeri dan Swasta

Megapolitan
Komisi E DPRD DKI Desak Pemprov Wujudkan Sekolah Gratis Negeri dan Swasta, dari TK sampai SMA

Komisi E DPRD DKI Desak Pemprov Wujudkan Sekolah Gratis Negeri dan Swasta, dari TK sampai SMA

Megapolitan
Inikah Akhir Perjalanan Rosmini, Ibu Pengemis yang Marah-marah?

Inikah Akhir Perjalanan Rosmini, Ibu Pengemis yang Marah-marah?

Megapolitan
DJ East Blake Serahkan Diri ke Polisi Usai Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

DJ East Blake Serahkan Diri ke Polisi Usai Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

Megapolitan
Maju Mundurnya Ridwan Kamil untuk Pilkada DKI Jakarta...

Maju Mundurnya Ridwan Kamil untuk Pilkada DKI Jakarta...

Megapolitan
Misteri Mayat Wanita Dalam Koper Mulai Terkuak: Pelaku Rekan Kerja, Motif Ekonomi Jadi Alasan

Misteri Mayat Wanita Dalam Koper Mulai Terkuak: Pelaku Rekan Kerja, Motif Ekonomi Jadi Alasan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com