Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Dia Sosok "Spiderman" Pembersih Monas

Kompas.com - 09/05/2014, 07:37 WIB
Adysta Pravitra Restu

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pembersihan yang dilakukan PT Karcher menjadi sejarah baru untuk Monumen Nasional (Monas) yang sudah 22 tahun tidak "dimandikan". Pengalaman ini yang membuat Kepala Tim Teknisi dari Karcher Jerman Thorsten Moewes menyampaikan pendapat dan kinerjanya sebagai teknisi pembersih Monas.

Pria Jerman ini mengaku, dalam menjalankan pekerjaan sebagai teknisi yang turun dari puncak ke cawan Monas, timnya seolah seperti tokoh superhero Amerika. "Kamu bisa panggil saya Spiderman," ujar Moewes sambil tertawa kepada wartawan di Monas, Kamis (8/5/2014).

Moewes menuturkan, pemandangan indah melihat Jakarta tergambar saat dirinya naik ke puncak Monas. Dia merasa, monumen bersejarah ini perlu dibersihkan.

Moewes mengaku sudah melakukan riset dengan mendatangi Monas dua tahun silam. Menurutnya, kondisi Monas tahun 2014 tidak berbeda jauh dengan dua tahun lalu.

Sebelum memulai pembersihan, Moewes melakukan pengecekan terlebih dulu pada kondisi monumen, yaitu material yang digunakan dan memastikan pembersihan ini tidak merusak apa pun. Untuk mengukur kekotoran Monas, ia mengambil sedikit sampel dari pelat batu. Sampel tersebut lalu dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Setelah itu, baru dapat ditentukan metode pembersihan harus menggunakan mesin jenis apa.

Moewes mengatakan, pihaknya harus sangat sensitif tentang material karena ini adalah monumen bersejarah. Dia juga memeriksakan debu yang menempel di batu tersebut.

Moewes menuturkan, debu atau kotoran yang menempel menyebabkan masalah pada batu di Monas. Setelah beberapa lama, akan ada reaksi kimia dari panas, asam, polusi, dan hujan yang menyebabkan mineral keluar dari batunya. Ini membuat lapisan keras dapat menutupi pori-pori batu sehingga batu tidak dapat bernapas.

"Idealnya, batu dapat bernapas. Itulah kenapa membersihkan debu sangat penting," kata Moewes.

Moewes melanjutkan, batu tidak bernapas dapat terjadi ketika ada air masuk. Air pun tidak dapat keluar lagi dikarenakan lapisan kerak. Jadi, menurut Moewes, lebih baik menyingkirkan debu tersebut. Debu tersebut membuat reaksi kimia. Ini sebab, batu berbeda dengan kerak yang memiliki tensi dan gerak partikel berkecepatan. Batu bergerak lebih cepat ketimbang debu dan menyebabkan keretakan. Jika hal itu terjadi, maka batu berpotensi jatuh.

Menurut Moewes, kondisi Monas tidak terlalu buruk, meskipun pembersihan terakhir terjadi pada 22 tahun lalu, sehingga tidak mengalami kesulitan. Masalah arsitektur, kata Moewes, menjadi lebih besar dibandingkan pembersihan Monas.

"Lebih ke masalah arsitektur, kamu bisa lihat korosi di mana-mana. Itu karena pengelola menggunakan pelat besi biasa. Harusnya menggunakan besi antikorosi. Ini mengubah warna dan membuat noda di mana-mana. Korosi tergantung pada pelatnya. Kalau makin parah, pelatnya bisa copot seperti yang terjadi beberapa tahun lalu di sini," kata Moewes.

Tim Karcher, lanjut Moewes, memilih metode pembersihan yang sensitif karena timnya tidak dapat menghilangkan debu dengan sekali bilas saja, tetapi harus berulang kali.

Tim Karcher yang membersihkan Monas merupakan orang-orang yang berpengalaman di bidangnya. Kecintaan Moewes pada bidang pekerjaan ini membuatnya terlatih untuk menangani dengan serius pembersihan Monas.

Seperti diketahui, Moewes bersama dua orang anggota Tim Karcher Jerman, yakni Sebastian Burg dan Lars Neuser, telah memulai pembersihan pada Kamis (8/5/2014) sekitar pukul 16.00 WIB. Moewes menyatakan, dalam setahun, ia dapat menangani pembersihan 3 sampai 6 monumen.

Pembersihan monumen sendiri tidak dapat diperkirakan waktunya. Hal ini tergantung pada proyek monumen. Ada yang mampu dikerjakan selama 2 minggu, ada pula yang 3 bulan.

Pengalaman Moewes setiap membersihkan monumen tidak sama. Baginya, semua monumen susah untuk ditangani, tetapi selalu menjadi tantangan baru. Beberapa tantangan di antaranya cara mengembangkan akses tali, cara teknisi untuk masuk dan keluar, dan pemakaian air dingin atau air panas.

Tidak ada waktu ideal dalam membersihkan monumen. Pembersihan tergantung pada cuaca, iklim, dan polusi di setiap negara yang jelas memiliki karakter berbeda. "Jadi, ya ini cukup ideal untuk Monas," ucap Moewes.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Megapolitan
Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Megapolitan
Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas 'Bodong', Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas "Bodong", Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com