Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantuan dari "Langit" di Ibu Kota Jakarta

Kompas.com - 05/11/2014, 14:15 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Wajah Auw Tjin Nio bersinar setelah mengantre dua jam di Kantor Pos Pasar Baru, Senin (3/11). Dia mendapatkan uang Rp 400.000 dari program Kartu Keluarga Sejahtera. ”Uang Rp 400.000 ini lumayan banget. Apalagi saya enggak tahu apa-apa, eh dapat undangan untuk terima uang ini,” ujar ibu tiga anak itu.

Undangan untuk menerima bantuan pemerintah pusat itu diterima Nio, Sabtu pekan lalu, dalam amplop coklat yang dikirim PT Pos Indonesia. Sebelum itu, ada petugas verifikasi datang ke rumah. Namun, Nio tidak pernah mendaftar untuk ikut program ini.

Untuk mendapatkan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS), penerima undangan harus membawa identitas serta Kartu Perlindungan Sosial (KPS). KPS merupakan kartu yang diterbitkan pemerintah periode sebelumnya dan ditandatangani Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana.

”Dulu saya juga dapat uang dengan menunjukkan KPS. Tetapi, beberapa waktu ini tak dapat lagi,” kata Nio, warga Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat, itu.

Sekarang, di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, masyarakat berpenghasilan rendah kembali mendapatkan bantuan. Hanya programnya bersalin nama menjadi KKS dan KIS.

Sementara anak sekolah yang berasal dari keluarga tak mampu mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Anak bungsu Nio yang masih kelas III SMA mendapatkan KIP.

KIP ini ia rasakan sangat bermanfaat karena Nio masih harus membiayai anak keduanya yang masih kuliah keperawatan.

Nio dan suaminya, Hasanudin, bahkan terpaksa menjual rumah mereka di Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, untuk membayar uang masuk kuliah Rp 14 juta dan uang kuliah Rp 7 juta per semester bagi anak keduanya itu. Pemerintah memang tak menanggung biaya kuliah anak dari keluarga tidak mampu.

Pendapatan Hasanudin sebagai petugas keamanan yang hanya Rp 300.000 per bulan jauh dari cukup untuk kebutuhan harian. Bagi warga seperti Nio, persoalan ganti nama untuk program bantuan pemerintah ini tak terlalu penting. Mengapa jumlahnya Rp 400.000, dia juga tak tahu dasar perhitungannya.

Yang dia tahu, dia kembali mendapatkan uang tunai dari pemerintah. Uang ini akan dipakai Nio untuk membayar uang kuliah anak keduanya.

Bantuan ini juga membuat wajah Haryanto cerah. Uang bantuan yang ia dapat sudah diserahkan kepada istrinya, Tijah. Bagi ketua RT di salah satu kelurahan di Pasar Baru itu, uang Rp 400.000 membantu kehidupan sehari-harinya.

Namun, Haryanto juga kebagian getahnya. ”Kalau bagi-bagi bantuan kayak gini, ketua RT sering dikomplain warga yang enggak dapat bantuan. Padahal, saya juga enggak tahu bagaimana prosesnya. Tahu-tahu, saya dapat saja,” katanya.

Haryanto mengusulkan pemerintah melibatkan ketua RT setempat untuk menjalankan program ini. ”Minimal kami diajak bicara, ngasih masukan juga, mana warga yang berhak
dan yang tidak. Tetapi, jangan semua proses milih warga dikasihkan kepada ketua RT. Ada juga ketua RT yang bandel. Takutnya nanti malah koncoisme,” ucap Haryanto.
Ditolak

Sebaliknya, Dami (44), warga Pondok Kelapa, Jakarta Timur, pupus harapannya untuk memperoleh dana bantuan KKS. Ia ditolak petugas Kantor Pos Jakarta Timur di Jalan Pemuda, Selasa, karena tak mendapat undangan. Padahal, Dami yang hidup dari bertani daun kemang ini juga memegang KPS sebagai syarat utama penerima KKS.

Dami memperoleh informasi pendistribusian KKS dari iklan layanan masyarakat di televisi. Dalam iklan itu, setiap pemilik KPS dapat menukarkan kartu itu dengan KKS di kantor pos.

Namun, bagi Dami, kartu KPS yang dimiliki terasa tak memberikan manfaat saat ini. ”Jadinya bagaimana, ya, untuk mendapat KKS ini? Sesuai sosialisasi, pemegang KPS berhak mendapat KKS. Setelah di kantor pos, saya malah ditolak,” kata ibu enam anak ini.

Harapan besar memperoleh bantuan KKS juga dialami Tarisah (54) dan Sukinah (50), warga Kampung Rawa Tengah, Kelurahan Galur, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. Namun, karena keduanya tak memiliki KPS, ibu rumah tangga ini juga ditolak petugas Kantor Pos Pasar Baru.

Sukinah, dengan pekerjaannya sebagai buruh cuci pakaian, hanya berpendapatan Rp 800.000 per bulan. Jumlah itu tak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Untuk membayar kontrakan, misalnya, ibu tiga anak ini harus mengeluarkan
Rp 500.000 per bulan.

”Uang dari pemerintah akan saya gunakan untuk membayar kontrakan. Bulan ini saya belum bayar,” katanya.

Banyak kartu

Untuk membiayai sekolah tiga anaknya selama ini, Sukinah mengandalkan dana bantuan dari Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dia pun khawatir, dengan keluarnya KIP saat ini, KJP juga akan kehilangan makna. Itu sebabnya, Sukinah berusaha memperoleh KKS berikut KIP untuk anak-anaknya.

Bagi warga miskin di Jakarta, program jaminan sosial bukan hal asing lagi. Bahkan, tak sedikit warga miskin memegang lebih dari tiga kartu jaminan sosial.

Dami, contohnya, memiliki kartu Jamkesmas, KJP, Kartu Jakarta Sehat (KJS), hingga Bantuan Siswa Miskin dari KPS. Dia juga masih memiliki satu kartu jaminan sosial yang dikeluarkan Kementerian Sosial, yakni Kartu Keluarga Harapan, yang dapat digunakan untuk berobat dan juga membiayai pendidikan sekolah anak-anaknya di SD dan SMP.

Dami mengatakan, sampai saat ini ia bisa menggunakan layanan bantuan sosial dari semua kartu jaminan sosial yang ia miliki. Berbeda dengan Sukinah, Dami berharap dapat menambah kartu jaminan sosial jika dapat mengakses KKS.

Ada satu hal lagi yang membuat warga bingung dengan penerapan KKS. Dalam KKS, sistem penyaluran bantuan dilakukan lewat rekening bank yang tersimpan di kartu telepon seluler (SIM card) jaringan GSM. Di kartu ponsel itu tersimpan uang elektronik yang dapat dicairkan dengan mengoperasikan kartu GSM tersebut di ponsel.

”Kalau pakai kartu GSM ini, bisa ngecek uang kita ada berapa. Kalau mau cairin uang juga nunjukin handphone kita ke bank,” kata Nio menjelaskan kepada saudaranya yang juga ikut mendapatkan bantuan.

Sementara bagi sebagian warga miskin di Jakarta Utara, penggunaan kartu ponsel berbasis jaringan GSM menjadi permasalahan tersendiri. Seperti dialami Sriyani (34), warga Lagoa, Kecamatan Koja. Dia tidak memiliki ponsel GSM. Ponsel yang dia miliki hanya dapat mengoperasikan kartu berbasis jaringan CDMA.

”Telepon saya tak bisa membaca kartu telepon seluler yang dibagikan pemerintah ini. Saya tak bisa menarik uang di dalamnya,” katanya.

Ibu tiga anak ini mengaku sangat butuh uang bantuan pemerintah itu untuk membayar iuran sekolah ketiga anaknya yang belajar di sekolah swasta. (PIN/DNA/MDN/ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Massa Aksi 'May Day' Mulai Berkumpul di Depan Patung Kuda

Massa Aksi "May Day" Mulai Berkumpul di Depan Patung Kuda

Megapolitan
Rayakan 'May Day', Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Rayakan "May Day", Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Megapolitan
Pakar Ungkap 'Suicide Rate' Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Pakar Ungkap "Suicide Rate" Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Megapolitan
Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi 'May Day'

Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi "May Day"

Megapolitan
3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

Megapolitan
Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

Megapolitan
Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDI-P

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDI-P

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com