Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jaga Jakarta, Damai Sepanjang Hari"

Kompas.com - 23/11/2014, 11:29 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Tokoh lintas agama, seniman dan sejumlah elemen masyarakat berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (23/11/2014). Dengan jumlah ratusan orang, mereka menyuarakan aksi 'Jaga Jakarta, Damai Sepanjang Hari'.

Forum Koordinasi Penanggulangan Teroris (FKPT) Provinsi DKI itu prihatin melihat konflik yang kerap terjadi di berbagai lapisan dan sektor. Misalnya konflik antar-kelompok, antar sesama aparat hukum, dan perpecahan yang terjadi di lembaga pemerintahan.

FKPT mengangkat isu konflik TNI-Polri di Batam, DPR dan DPRD yang 'terbelah', sampai munculnya ormas keagamaan yang menuntut seorang gubernur harus berasal dari kelompok agamannya. Seperti kasus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang ditentang kepemimpinannya di Ibu Kota.

Koordinator Jaga Jakarta, Ramdansyah, menyatakan, di tengah kondisi ini, pihaknya merasa perlu untuk mengingatkan seluruh masyarakat akan pesan-pesan damai. Contoh kasus penolakan gubernur oleh sekelompok ormas tersebut menurutnya sah-sah saja. Kendati demikian, ia menyangkan ketika penolakan yang dilakukan melalui aksi unjuk rasa tersebut berubah menjadi radikal.

"Turun ke jalan menyampaikan aspirasi, seperti menolak kenaikan harga atau menolak pimpinan kepala daerah adalah hak, selama berada di koridor yang tepat," kata Ramdansyah, di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu pagi.

Menurut dia, konflik semacam tadi, bisa berpotensi memunculkan radikalisme. Cara agar hal itu tidak terjadi, lanjutnya, yakni dengan menjaga pandang-pandangan subjektif agar tidak berubah menjadi tindakan radikal.

"Kalau di Jakarta ada kelompok yang memang menolak gubernur, menurut kami sah dalam tataran ide dan selama dalam koridor yang tidak radikalisme. Tapi ketika itu diturunkan dalam bentuk tindakan kekerasan dan vandalisme, bahkan teror, itu adalah pelanggaran hukum," ujar Ramdansyah.

Menurut dia, membiarkan radikalisme dan kekerasan terjadi, sama saja menyuburkan aksi teror. Solidaritas masyarakat yang renggang, lanjutnya, dapat membangunkan pihak-pihak yang menolak persatuan. Seperti menolak NKRI dan Pancasila, sebuah konsensus yang tidak dapat ditawar lagi.

"Sayangnya pengawasan dari penegak hukum terkadang kabur, karena TNI dan Polri acapkali bertikai di antara mereka," ujar dia.

Dalam mencegah aksi radikal dan kekerasan berlanjut, pihaknya melakukan unjuk rasa bersama sejumlah elemen tadi. Selain seniman, tokoh dari enam agama juga hadir. Mereka juga membentangkan spanduk kain sepanjang 120 meter. Spanduk ini kemudian ditandatangani peserta acara ini, termasuk masyarakat yang melintas di Bundaran HI.

Ia mengatakan, menjaga Jakarta, berarti menjaga Indonesia. Karena Jakarta adalah Ibu Kota negara. Dengan peserta sekitar 800 orang pada unjuk rasa kali ini, FKPT berharap aksi mereka kemudian 'diduplikasi' agar pesan yang disampaikan tidak putus.

"Kita berharap ada duplikasi. Ini kan pesan moral seniman dan tokoh agama. Duplikasinya melalui pesan moral dari tokoh agama dan juga seniman," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Megapolitan
Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Megapolitan
Polres Bogor Buat Aplikasi 'SKCK Goes To School' untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Polres Bogor Buat Aplikasi "SKCK Goes To School" untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Megapolitan
Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com