Forum Koordinasi Penanggulangan Teroris (FKPT) Provinsi DKI itu prihatin melihat konflik yang kerap terjadi di berbagai lapisan dan sektor. Misalnya konflik antar-kelompok, antar sesama aparat hukum, dan perpecahan yang terjadi di lembaga pemerintahan.
FKPT mengangkat isu konflik TNI-Polri di Batam, DPR dan DPRD yang 'terbelah', sampai munculnya ormas keagamaan yang menuntut seorang gubernur harus berasal dari kelompok agamannya. Seperti kasus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang ditentang kepemimpinannya di Ibu Kota.
Koordinator Jaga Jakarta, Ramdansyah, menyatakan, di tengah kondisi ini, pihaknya merasa perlu untuk mengingatkan seluruh masyarakat akan pesan-pesan damai. Contoh kasus penolakan gubernur oleh sekelompok ormas tersebut menurutnya sah-sah saja. Kendati demikian, ia menyangkan ketika penolakan yang dilakukan melalui aksi unjuk rasa tersebut berubah menjadi radikal.
"Turun ke jalan menyampaikan aspirasi, seperti menolak kenaikan harga atau menolak pimpinan kepala daerah adalah hak, selama berada di koridor yang tepat," kata Ramdansyah, di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu pagi.
Menurut dia, konflik semacam tadi, bisa berpotensi memunculkan radikalisme. Cara agar hal itu tidak terjadi, lanjutnya, yakni dengan menjaga pandang-pandangan subjektif agar tidak berubah menjadi tindakan radikal.
"Kalau di Jakarta ada kelompok yang memang menolak gubernur, menurut kami sah dalam tataran ide dan selama dalam koridor yang tidak radikalisme. Tapi ketika itu diturunkan dalam bentuk tindakan kekerasan dan vandalisme, bahkan teror, itu adalah pelanggaran hukum," ujar Ramdansyah.
Menurut dia, membiarkan radikalisme dan kekerasan terjadi, sama saja menyuburkan aksi teror. Solidaritas masyarakat yang renggang, lanjutnya, dapat membangunkan pihak-pihak yang menolak persatuan. Seperti menolak NKRI dan Pancasila, sebuah konsensus yang tidak dapat ditawar lagi.
"Sayangnya pengawasan dari penegak hukum terkadang kabur, karena TNI dan Polri acapkali bertikai di antara mereka," ujar dia.
Dalam mencegah aksi radikal dan kekerasan berlanjut, pihaknya melakukan unjuk rasa bersama sejumlah elemen tadi. Selain seniman, tokoh dari enam agama juga hadir. Mereka juga membentangkan spanduk kain sepanjang 120 meter. Spanduk ini kemudian ditandatangani peserta acara ini, termasuk masyarakat yang melintas di Bundaran HI.
Ia mengatakan, menjaga Jakarta, berarti menjaga Indonesia. Karena Jakarta adalah Ibu Kota negara. Dengan peserta sekitar 800 orang pada unjuk rasa kali ini, FKPT berharap aksi mereka kemudian 'diduplikasi' agar pesan yang disampaikan tidak putus.
"Kita berharap ada duplikasi. Ini kan pesan moral seniman dan tokoh agama. Duplikasinya melalui pesan moral dari tokoh agama dan juga seniman," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.