Sebelum meme Bekasi muncul, daerah penyangga seperti Bogor juga pernah jadi bahan kritik. Itu akibat rencana kebijakan pemerintah daerah yang dinilai berlebihan dan berpotensi merugikan. Misalnya, rencana Pemerintah Kota Bogor melarang masuk kendaraan berpelat nomor B (Jakarta, Tangerang, Bekasi, Depok) saat akhir pekan dan liburan.
Soal itu kemudian ramai ditanggapi di media sosial. Ada yang menanggapi dengan kalimat, ”kalau Bogor melarang mobil pelat B, warga Jadetabek agar membalas dengan membendung aliran sungai-sungai dari Bogor, yakni Ciliwung, Cisadane, dan Cikeas-Cileungsi”.
Ada juga meme yang sempat muncul, ”kalau macam-macam dengan Bogor, gelontoran air Ciliwung, Cisadane, dan Cikeas-Cileungsi akan diperbesar”. Padahal, kenyataannya, tiada pintu air yang mengatur debit sungai-sungai itu di Bogor.
Contoh lain, Depok juga pernah jadi bahan perundungan. Masihkah ingat meme berkalimat, ”kira-kira jika ada yang pergi kerja saat gelap dan pulang juga masih gelap, itu berarti warga Depok”.
Ibu Kota juga tidak lepas dari perundungan. Ada meme berkalimat, ”cuma di Jakarta ada kolam di tengah kolam” untuk menggambarkan banjir di Bundaran Hotel Indonesia. Soal banjir, terutama di Ibu Kota, jangankan meme, ilustrasi kartun banyak yang menghiasi media massa arus utama. Celaan dan sindiran terhadap kondisi suatu wilayah sudah lama ada sebelum meme Bekasi muncul.
Suara rakyat
Budayawan Bekasi, Ali Anwar, menilai, munculnya meme Bekasi merupakan bentuk keresahan masyarakat, terutama pendatang, terhadap kondisi setempat. Keluhan lewat meme adalah fakta sehingga harus ditanggapi dengan solusi atau program pembangunan.
Para pendatang di Bekasi mungkin kaget, naik kereta berjubel, naik kendaraan terkena macet. Padahal, akses Bekasi-Jakarta sudah didukung dengan delapan ruas jalan.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi juga bereaksi dengan mengatakan meme-meme itu merupakan kritik terhadap kinerja pemerintah. ”Kinerja dan komitmen pemerintah perlu dipacu,” katanya.
Untuk mengatasi kemacetan, Rahmat menginstruksikan perbaikan dan penambahan jalan di sepanjang Kalimalang, pembangunan jalan di Rawa Bebek, dan pelebaran jalan di Jati Asih. ”Upaya tidak semudah membalik tangan,” katanya.
Mengenai cuaca panas, Rahmat mengakuinya dan coba diatasi dengan menambah ruang terbuka hijau.
Planolog dari Universitas Trisakti, Endrawati Fatimah, Kota Bekasi cuma memiliki ruang terbuka hijau seluas 3.056 hektar atau sekitar 14 persen dari luas kawasan. Kondisi ini jauh dari ideal, yakni 30 persen.
Ketua DPRD Kota Bekasi Tumai mengatakan, perundungan terhadap Bekasi di media sosial tak perlu ditanggapi berlebihan. Pemerintah hanya harus menjawab dengan tindakan nyata, yakni penanggulangan banjir, kemacetan, dan menambah ruang terbuka hijau.
(AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO/HARRY SUSILO/ SAIFUL RIJAL YUNUS)